Kamis, 18 April 2013

Stabilitas Obat (Farmasi Fisika)


BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang
Penyebab ketidakstabilan sediaan obat ada dua watak, pertama kali adalah labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu sendiri. Yang terakhir dihasilkan dari bahan kimia dan kimia fisika, untuk lainnya adalah faktor luar seperti suhu, kelembapan, udara, dan cahaya, menginduksi atau mempercepat reaksi yang yang berkurang nilainya. Faktor-faktor yang telah disebutkan menjadi efektif dalam skala tinggi adalah bergantung dari jenis galenik dari sediaan dalam obat padat, seperti serbuk, bubuk, dan tablet.
Penjelasan di atas menjelaskan kepada kita bahwa betapa pentingnya kita mengetahui pada keadaan yang bagaimana suatu obat tersebut aman dan dapat bertahan lama, sehingga obat tersebut dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama tanpa menurunkan khasiat obat tersebut.
Stabilitas obat mencakup masalah kadar obat yang berkhasiat. Bila suatu obat stabil artinya dalam waktu relatif lama obat akan berada dalam keadaan semula, tidak mengalami perubahan atau jika berubah masih dalam batas yang sesuai persyaratan.
Semua sediaan obat memiliki batas usia simpan yang dapat mengalami penguraian karena proses oksidasi reduksi. Sehingga menyebabkan obat tersebut tidak berkhasiat bahkan memiliki sifat yang toksik. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai kestabilan suatu sediaan obat dapat diketahui. kestabilan fisika-kimia obat sangat penting dilakukan oleh seorang farmasist agar dapat menentukan dengan  tepat, kapan suatu obat dapat digunakan dan kapan sudah rusak. mulai dari pengusaha obat sampai ke pasien. Pengusaha obat harus dengan jelas menunjukkan bahwa bentuk obat harus dengan sediaan yang dihasilkan cukup tabil dalam penyimpanan yang cukup lama dimana tidak berubah menjadi zat tidak berkhasiat atau racun, ahli farmasi harus mengetahui ketidakstabilan potensial dari obat yang dibuatnya. Dokter dan penderita harus diyakinkan bahwa obat yang ditulis atau digunakannya akan sampai pada tempat pengobatan dalam konsentrasi yang cukup untuk mencapai efek pengobatan yang diinginkan.
I.2 Tujuan  Percobaan
            Tujuan dari percobaan ini adalah untuk :
1.      Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat.
2.      Menentukan Ea (Energi aktifasi) dari reaksi penguraian suatu zat.
3.      Menentukan usia simpan suatu zat.



BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori umum
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu sediaan biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke tangan pasien yang membutuhkannya. Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat tersebut optimum (Anonim : 2005).
Stabilitas suatu obat adalah suatu pengertian yang mencakup masalah kadar obat yang berkhasiat. Bila suau obat stabil artinya dalam waktu relative lama, obat akan berada dalam keadaan semula, tidak berubah atau bila berubah masuh dalam batas yang diperbolehkan oleh peryaratan tertentu. Batas kadar obat masih bersisa 90% keatas masih bias digunakan, tetapi bila kadarny kurang dari 90% tidak dapat digunakan lagi atau disebut sebagai sub standar waktu diperlukan sehingga obat tinggal 90% disebut umur obat (Anonim : 2005).
Apabila bentuk sediaan dari suatu obat diubah, (misalnya dengan dilarutkan dalam suatu cairan, diserbuk atau pun ditambahkan bahan-bahan penolong lain),  atau juga dilakukan modifikasi terhadap kondisi lingkungan dari obat itu sendiri yaitu misalnya dengan mengubah-ubah kondisi penyimpanannya dan lain sebagainya, maka dengan demikian stabilitas obat yang bersangkutan mungkijn juga akan terpengaruh (Howard : 1989).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain adalah panas, cahaya, kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme dan lain-lain, digunakan dalam formula sediaan obat tersebut. Sebagai contoh : senyawa-senyawa ester dan amida seperti amil ntrat dan kloramfenikol adalah merupakan suatu zat-zat yang mudah terhidrolisa dengan adanya lembab, sedangkan vitamin C mudah sekali mengalami oksidasi (Anonim : 2005).
Penerapan prinsip fisika kimia tertentu pada pelaksanaan pengkajian stabilitas telah terbukti sangat mengntungkan pengambangan sediaan stabil. Hanya pendekatan itu yang memungkinkan pemamfaatan data yang diperoleh dari penyimpanan dalam kondisi yang melebihi keadaan normal secara tepat dan memadai, untuk maksud meramalkan stablitas pada  penyimpanan normal selama jangka waktu yang lama. Sangat penting bagi produsen dari produk baru pada penyimpanan normal dari data penyimpanan dipercepat, dikarenakan keuntungan ekonomis besar yang diperoleh dari pemasaran produk baru secepat mungkin setelah formulasinya selesai (Connors : 1994).
Pada masa lalu banyak perusahaan farmai mengadakan evaluasi mengenai kestabilan sediaan farmasi dengan pengamatan selama 1 tahun atau lebih, sesuai dengan waktu normal yang diperlukan dalam penyimpanan dan dalam penggunaan. Metode seperti itu memakan waktu dan tidak ekonomis. Penelitian yang dipercepat pada temperature tinggijuga banyak dilakukan oleh banyak perusahaan, tetapi kriterianya sering merupakan criteria yang tidak didasarkan pada prinsip-prinsip dasar kinetik. Contohnya beberapa perusahaan menggunakan aturan bahwa penyimpanan cairan pada 37°C mempercepat penguraian 2x lajunya pada temperature normal, sementara perusahaan lain menggunakan bahwa kondisi tersebut mempercepat penguraian dengan 20x laju normal (Alfred Martin : 1993).
Telah dilaporkan hasil pengamatan terhadap ketergantungan hidrolisis ampisilin terhadap suhu dan terlihat pada pH 4,93 dalam bentuk plot. Ampisilin juga telah menunjukkan dapat mengalami hidrolisis terkatalisis asam umum dan basa umum. Pada suhu 35°C dan pH 1,2  efek garam atas hidrolisis ampisilin yang diamati adalah “positif” sedikit lurus. Tidak ada “efek garam” yang dapat diamati pada ph 4,49. pada pH 1,2 penambahan alkohol pada larutan akan menghasilkan penurunan laju hidrolisis, kali ini berkaitan dengan pengurangan tetapan dielektrikum pelarut. Ampisilin dalam larutan alcohol 50% memiliki waktu paruh 2 kali disbanding dalam pelarut yang semata-mata air (Gennaro, Alfonso : 2000).
Untuk menghindari terjadinya hidrolisis pada cincin. β-laktan, keberadaan air harus dihindarkan terutama jangan sampai kontak dengan bentuk pada padatan ampisilin. Suhu juga memainkan peranan penting dalam laju degradasi padatan dan larutan. Karena terbatasnya waktu paruh sediaan ampisilin yang berada dalam bentuk larutan dan suspensi, amka bentuk sediaan padat merupakan satu-satunya formulasi stabil untuk waktu yang lebih lama. Dengan menurunkan tetapan dielektrikum larutan ampisilin dengan alcohol akan menghasilkan stabilitas yang lebih baik dibanding bentuk larutan yang semata-mata air pada pH rendah. Pemakaian larutan dapar paa laju pH minimum dan penyimpanan pada konsentrasi yang relatif rendah merupakan salah satu alternatif dalam memperpanjang stabilitas bentuk cairan (Schunack, Walter : 1990).
Pada umumnya penentuan kestabilan suatu zat dapat dilakukan dengan cara kinetika kimia. Cara ini memerlukan waktu yang ama sehingga praktis digunakan dalam bidang farmasi. Hal-hal yang penting diperhatikan dalam penentuan kestabilan suatu zat kinetika kimia adalah:
1.      Kecepatan reaksi
Kecepatan atau laju suatu reaksi diberikan sebagai ± dC/dt. Artinya terjadi penambahan (+) atau pengurangan (-) konsentrasi C dalam selang waktu dt. Menurut hokum aksi massa, laju suatu reaksi kimia sebanding hasil kali dari konsentrasi molar reaktan yang masing-masing dipangkatkan dengan angka yang menunjukkan jumlah molekul dari zat-zatyang ikut serta dalam reaksi. Dalam reaksi :
            aA + bB + ….. = Produk
laju reaksinya adalah :
Laju = - 1/a d(A)/dt
         = -1/b d(B)/dt = …… = k(A)a(B)b……
k adalah konsentrasi laju. Laju berkurang masing-masing komponen reaksi diberikan dalam bentuk jumlah mol ekuivalen masing-masing komponen yang ikut serta dalam reaksi.    
2.      Orde reaksi
Dari hukum aksi massa, suatu garis lurus di dapat bila laju reaksi diplot sebagai fungsi dari konsentrasi reaktan dipangkatkan dengan bilangan tertentu. Orde reaksi keseluruhan adalah jumlah pangkat konsentrasi-konsentrasi yang menghasilkan seluruh garis lurus. Orde bagi tiap reaktan adalah pangkat dari tiap konsentrasi reaktan.
3.      Temperatur
Sejumlah faktor lain, selain konsentrasi dapat mempengaruhi kecepatan reaksi. Diantaranya adalah temperature, pelarut, katalis dan sinar. Kecepatan berbagai reaksi bertambah kira-kira dua atau tiga kalinya tiap kenaikan 10°C. Pengaruh temperature terhadap laju ini diberikan dengan persamaan yang pertama kali dikemukakan oleh Arrhineus.
                     k = Ae-Ea/RT
atau
log k = log A –       Ea      .   1 
                           2,303       RT

Dimana laju spesifik,  A adalah konstanta yang disebut factor frejuensi, Es asalah energi aktifasi R adalah konstanta gas, 1,987 kalori/derajat mol, dan T adalah temperature absolute. Konstanta itu dapat dicari dengan menentukan k pada berbagai temperature dan memplot 1/T terhadap log k.
4.      Kekuatan ion
Pengaruh kekuatan ion terhadap kecepatan reaksi dapat dilihat dari persamaan berikut :
         Log K = log ko + 1,02 zAzB μ
Dimana :
 K  = Konstanta kecepatan penguraian pada kekuatan ion tertentu
ko   = Konatanta kecepatan penguraian pada kekuatan ion = 0
z    = Muatan ion
μ    = Kekuatan ion
5.      Pengaruh pH
Reaksi penguraian beberapa larutan obat dapat dipercepat dengan penambahan asam (H+) atau basa (OH-). Katalisator ini disebut katalisator asam basa khusus. Misalnya pada reaksi hidrolisa ester (S) dalam air (R).
S + R               ----------         P
S + H+             ----------         SH+
SH+  + R          ======        P
Skema reaksi umum ini menganggap bahwa hasil reaksi P pada reaksi hidrolisis ini tidak bergantung kembali membentuk ester.
Untuk reaksi ini pada umumnya, laju pembentukan hasil reaksi dinyatakan dengan :
 dP      = k (SH+)
 dt           (S)(H+)
      konsentrasi asam konjugat SH+ merupakan jumlah yang dapat diukur, karena pra-kesetimbangan membutuhkan :
K =   (SH+)
        (S)(H+)
Sehingga :
(SH+) = K (S)(H+)
  Dan :
   dP  = kK(S)(H+)
   dt
                  ( Connors : 1994).

       II.2     Uraian bahan
1. Air suling (Ditjen POM, 1979: 96)
      Nama resmi        :  Aqua destillata
      Nama lain           :  Air suling
      RM/BM              :  H2O / 18,02
                        Pemerian            : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa
   Penyimpanan      :  Dalam wadah tertutup baik
   Kegunaan           : Sebagai air pendingin
2. NaOH (Ditjen POM, 1979: 472)
Nama resmi        :  Natrii hydroxydum
Nama lain           :  Natrium hidroksida
RM/BM              :  NaOH / 40,00
Pemerian            : Bentuk batang, butiran, rasa halus, tau keping, kering, keras, rapuh dan menunjukan susunan hablur putih, mudah meleleh, basah, sangat alkalis dan korosit segera menyerap karbondioksida
Penyimpanan      :  Dalam wadah tertutup baik
Kelarutan           :  Sngat mudah larut dalam air, dalam etanol 95%
Kegunaan           : Zat tambahan
3 . Parasetamol (Ditjen POM, 1979: 37)
Nama resmi        :  Asetaminofen
Nama lain           :  Parasetamol
RM/BM              :  C8H9NO2 / 151,16
Pemerian            : hablur atau serbuk putih, tidak berbau, rasa pahit.
Penyimpanan      :  Dalam wadah tertutup baik. Terlindung dari cahaya.
Kelarutan           :  larut dalam 70 bagian etanol 95%P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P, larut dalam larutan alkali hidroksida.
Kegunaan           : Sampel uji




BAB III

PROSEDUR  KERJA



III.1 Alat dan Bahan
        III.1.1 Alat                 
1. Batang pengaduk
2. Botol semprot   
3. Gelas kimia 100 ml
4. Gelas ukur 10 ml
5. Kuvet
6. Labu takar 10,50,dan 100ml
7. Oven
8. Penangas air
9. Pipet tetes panjang
10.  Pipet tetes pendek
11.  Pipet volum 5 ml
12.  Spekrtofotometer
13.  Stopwatch
14.  Spoit 5 ml
15.  Timbangan
16.  Vial

       III.1.2 Bahan
1.      Aquadest
2.      Parasetamol  dry sirup
3.      NaOH 0,1 N
4.      Tissue



III.2 Langkah Percobaan  
a.       Penentuan panjang gelombang maksimal
Sejumlah baku pembanding parasetamol ditimbang seksama dan diencerkan dengan air suling hingga diperoleh konsentrasi 1000ppm. Sejumlah larutan ini dipipet kedalam labu ukur dan diencerkan dengan aquades sampai tanda hingga konsentrasinya 50 ppm, kemudian diukur serapannya pada rentang panjang gelombang 200-300. Selanjutnya dibuat kurva antara serapan terhadap panjang gelombang.
b.      Penentuan kurva baku
Larutan paracetamol dibuat dengan konsentrasi bervariasi. Kemudian masing-masing konsentrasi diukur serapannya pada panjang gelombang maksimal. Selanjutnya dibuat kurva antara serapan terhadap konsentrasi.
c.       Penetapan kadar paracetamol
Penetapan kadar timbang saksama 1,5gr. Tambahkan 100ml air dan 20 ml natrium hidroksida 0,1N, encerkan dengan air secukupnya hingga 200 ml pada 5ml, tambahkan 9,5ml natrium hidroksida 0,1N, encerkan dengan air secukupnya higga 100ml. Ukur serapan. Hitung bobot zat dalam mg.
d.      Penentuan umur simpan sirup parasetamol
Sirup parasetamol diasukkan kedalam 21 vial masing-masing sebanyak 5m. Kemudian vial-vial tersebut dimasukkan kedalam oven dengan suhu 40 °C,50°C, dan 60°. Pada jam ke 0,30,60,90, 120, dan 180 menit diambil 1 vial dan diukur kadar paracetamol.
e.       Penetapan kadar sirup paracetamol
Sirup paracetamol sebanyak 1 ml ditambahkan larutan natrium hidroksida 0,1 N, hingga 10ml kemudian dipipet sebanyak 1 ml ditambahkan air hingga 50ml. Ukur serapannya. Hitung bobot zat mg dalam sirup.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil percobaan dan perhitungan
a.       Kurva Baku
Kadar PCT
Absorban
5
0,29
6
0,378
7
0,464
8
0,359
9
0,632
10
0,702
11
0,788

b.      Data
Waktu(menit)
400
500
600
0
0,327
0,4103
0,3267
30
0,32
0,4377
0,3327
60
0,3183
0,4303
0,3173
90
0,3123
0,425
0,313
120
0,2917
0,4181
0,3003
150
0,2843
0,4103
0,3437
180
0,298
0,4013
0,2903

c.       Perhitungan konsentrasi sirup PCT
Waktu
40
50
      60
0
32,37382
38,432
32,352
30
31,86473
40,42473
32,78836
60
31,74109
39,88655
31,66836
90
31,30473
39,50109
31,35564
120
29,80655
38,99927
30,432
150
29,26836
38,432
33,58836
180
30,26473
37,77745
29,70473

d.      Perhitungan koefisien korelasi
1.      Untuk suhu 400 C
Waktu
Konsentrasi
Log C
1/C
0
32,37382
1,51019
0,03089
30
31,86473
1,50331
0,03138
60
31,74109
1,50162
0,03150
90
31,30473
1,49561
0,03194
120
29,80655
1,47431
0,03355
150
29,26836
1,46639
0,03417
180
30,26473
1,48094
0,03304

2.      Untuk suhu 500 C
Waktu
Konsentrasi
Log C
1/C
0
38,432
1,58469
0,02602
30
40,42473
1,60665
0,02474
60
39,88655
1,60083
0,02507
90
39,50109
1,59661
0,02532
120
38,99927
1,59106
0,02564
150
38,432
1,58469
0,02602
180
37,77745
1,57723
0,02647

3.      Untuk suhu 600 C
Waktu
konsentrasi
Log C
1/C
0
32,352
1,50990
0,03091
30
32,78836
1,51572
0,03049
60
31,66836
1,50063
0,03158
90
31,35564
1,49632
0,03189
120
30,432
1,48333
0,03286
150
33,58836
1,52619
0,02977
180
29,70473
1,47283
0,03366

e.       Penentuan orde reaksi
Orde
Koefisien korelasi (r)

400
500
600
0
-          0,88683
0,56779
-          0,43410
1
-          0,88255
0,56869
-          0, 44816
2
-          0,87767
0,56960
-          0,46155

f.       Penentuan nilai K
Suhu
b
K
40
1,67619 x 10-5
1,67619 x 10-5
50
5,33333 x 10-6
5,33333 x 10-6
60
9,63095 x 10-6
9,63095 x 10-6



g.      Penentuan nilak k pada suhu 25o C dan usia simpan

Suhu
Suhu (oK)
1/T (x)
K
Log K
40
313
3,19489 x 10-3
1,67619 x 10-5
-4,77568
50
323
3,09598 x 10-3
5,33333 x 10-6
-5,27300
60
333
3,00300 x 10-3
9,63095 x 10-6
-5,01633
25
298
3,35570 x 10-3
2,15933 x 10-5
-4,66568





      =  0,21440










IV.2 Pembahasan
Untuk membuat suatu sediaan zat obat menjadi suatu bentuk sediaan akhir, bahan-bahan farmasetik dibutuhkan. Sebagai contoh, dalam pebuatan larutan sediaan farmasi, satu atau lebih pelarut digunakan untuk melarutkan bahan tersebut, pengawet dapat ditambahkan untuk mencegah pertunbuhan mikroba, penstabil bisa digunakan untuk mencegah peruraian obat, dan pemberi warna serta pemberi rasa ditambahkan untuk menambah penampilan produk.
Salah satu aktivitas yang paling penting dalam kerja preformulasi adalah evaluasi kestabilan fisika dan kimia dari zat obat murni. Adalah perlu bahwa pengkajian awal ini dihubungkan dengan menggunakan sampel obat dengan kemurnian yang diketahui. Adanya pengotoran dapat mengakibatkan kesimpulan yang salah dalam evaluasi tersebut. Pengkajian kestablian yang dihubungkan dalam fase preformulasi termasuk kestabilan obat itu sendiri dalam keadaan padat, kestabilan fase larutan, dan kestabilan dalam adanya zat penambah yang diharapkan.
Ketidakstabilan kimia dari zat obat dapat mengambil banyak bentuk, karena obat-obat yang digunakan sekarang adalah dari konstituen kimia yang beraneka ragam.
Ketidakstabilan formulsai obat dapat dideteksi dalam beberapa hal dengan suatu perubahan penampilan fisik, warna, bau, rasa, dan tekstur dari formulasi tersebut, sedangkan dalam hal lain perubahan kimia dapat terjadi yang tidak dibuktikan sendiri dan hanya dapat dipastikan melalui analisis kimia. Data ilmiah yang menyinggung kestabilan dari suatu formulasi menghasilkan ramalan shelf-life yang diharapkan dari produk yang diteliti tersebut dan bila perlu, untuk merangsang kembali obat tersebut dan untuk formulasi kembali bentuk sediaan tersebut. Jelaslah laju dan kecepatan terjadinya degradasi obat dalam suatu formulasi merupakan hal yang sangat penting. Pengkajian laju perubahan kimia dan cara di mana zat tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti konsentrasi obat atau reaktan, pelarut yang digunakan, kondisi temperatur dan tekanan, dan adanya zat-zat kimia lain dalam formulasi tersebut disebut reaksi kinetika.
Kestabilan suatu zat merupakan factor yang harus diperhatikan yaitu pembuatan sediaan farmasi. Oleh karena itu hasil dari pembuatan sediaan farmasi  itu khususnya obat dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil uaraian itu bersifat toksik sehingga sangat atau dapat membahayakan pada konsumen. Oleh karena itu kita perlu mengtahui factor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat atau obat sehingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat optimum. Faktro-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu obat antara lain yaitu panas, cahaya, kelembaban, oksigen, pH dan mikroorganisme.
Stabilitas obat mencakup masalah kadar obat yang berkhasiat. Bila suatu obat stabil artinya dalam waktu lama obat akan berada dalam keadaan semula, tidak mengalami perubahan atau jika berubah masih dalam batas yang sesuai persyaratan.
Efek farmakokinetik dari sampel obat yaitu absorpsi parasetamol    cepat   dan   sempurna   di    saluran pencernaan .Konsentrasi  tertinggi  dicapai dalam waktu  ½  jam  dan  masa  paruh plasma antara 1-3 jam .Obat  ini  tersebar  ke  seluruh  cairan tubuh. Dalam  plasma  25% parasetamol terikat di protein plasma .   Obat   ini   di   metabolism    oleh   enzim mikrosom  di  hati .  Sebagian  asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil     lainnya     dengan     asam     sulfat . obat ini diekskresi     di     ginjal  ,    sebagian    kecil sebagai parasetamol   dan   sebagian   besar  dalam bentuk terkonjugasi.
Dalam percobaan ini kita akan menentukan energi aktivasi (Ea) dimana Ea yaitu kemampuan suatu sediaan untuk dapat mengalami penguraian zat. Energi aktivasi (Ea) harus ditentukkan dengan cara mengamati perubahan konsentrasi pada suhu tinggi, dengan membadingkan dua harga konstanta penguraian zat pada temperatur  atau suhu yang berbeda sehingga dapat ditentukkan energi aktivasinya. Dengan demikian batas kadaluarsa suatu sediaan farmasi dapat diketahui dengan tepat.
Hasil percobaan adalah  diperoleh hasil untuk waktu paruh atau (t1/2) adalah 1,92961 dengan nilai t90 yaitu 0,21440.
Mekanisme kerja spektrofotometri, sinar dari sumber sinar adalah sinar polikromatis maka dilewatkan terlebih dahulu melalui monokromator, kemudian sinar monokromatis dilewatkan melalui kuvet yang berisi contoh maka akan menghasilkan sinar yang ditransmisikan dan diterima oleh detektor untuk diubah menjadi energi listrik ang kekuatannya dapat diamati oleh alat pembaca (satuan yang dihasilkan adalah absorban atau transmitan).
Aplikasi stabilitas bahan obat dalam dunia farmasi yaitu untuk mengetahui profil fisika kimia yang lengkap dari bahan obat yang tersedia, yaitu dengan diketahui stabilitas suatu obat, maka kita dapat mengetahui sifat-sifat fisika dan kimia dari obat tersebut. sangat penting dimana kita dapat mengetahui dan menetapkan massa kadaluarsa (data exp) dari setiap sediaan obat atau makanan yang diproduksi.



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
  V.1 KESIMPULAN
               Dari percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
1.  Nilai dari t1/2 adalah 1,929824
2.  Nilai dari t 90 adalah 0,21440
3.  Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan obat adalah suhu, cahaya, kelembaban, oksigen, ph dan mikroorganisme.
V.2 Saran
Sebaiknya alat dan bahan dilaboratorium dilengkapi agar mempermudah proses praktikum. Dan diharapkan kerjasama yang baik antara praktikan dan asisten.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2005. “Penuntun Praktikum Farmasi Fisika”. UMI. Makassar
Ansel, H..C, 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi IV. Diterjemahkan oleh Farida ibrahim, UI-press, Jakarta, 993.

Martin, A.dkk, 1993. Farmasi Fisika Edisi III Volume II. Diterjemahkan oleh yoshito, UI press, Jakarta. 1029, 1030,1143,1144.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen kesehatan Indonesia RI, Jakarta.

Gennaro, A. R., et all., (1990), “ Remingto’s Pharmaceutical Sciensces “, Edisi 18th, Marck Publishing Company, Easton, Pensylvania, 591.
Dra. Susanti dan Dra. Yeanny wenas. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Tim Penyusun, 2006. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Fakultas Farmasi, UMI, Makassar, 24,25,26.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar