BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Penyebab ketidakstabilan
sediaan obat ada dua watak, pertama kali adalah labilitas dari bahan obat dan
bahan pembantu sendiri. Yang terakhir dihasilkan dari bahan kimia dan kimia
fisika, untuk lainnya adalah faktor luar seperti suhu, kelembapan, udara, dan
cahaya, menginduksi atau mempercepat reaksi yang yang berkurang nilainya.
Faktor-faktor yang telah disebutkan menjadi efektif dalam skala tinggi adalah
bergantung dari jenis galenik dari sediaan dalam obat padat, seperti serbuk,
bubuk, dan tablet.
Penjelasan di atas menjelaskan
kepada kita bahwa betapa pentingnya kita mengetahui pada keadaan yang bagaimana
suatu obat tersebut aman dan dapat bertahan lama, sehingga obat tersebut dapat
disimpan dalam jangka waktu yang lama tanpa menurunkan khasiat obat tersebut.
Stabilitas obat mencakup masalah kadar obat yang
berkhasiat. Bila suatu obat stabil artinya dalam waktu relatif lama obat akan
berada dalam keadaan semula, tidak mengalami perubahan atau jika berubah masih
dalam batas yang sesuai persyaratan.
Semua sediaan
obat memiliki batas usia simpan yang dapat mengalami penguraian karena
proses oksidasi reduksi. Sehingga menyebabkan obat tersebut tidak berkhasiat bahkan memiliki sifat yang toksik. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai kestabilan suatu
sediaan obat dapat diketahui. kestabilan
fisika-kimia obat sangat penting dilakukan oleh seorang farmasist agar dapat
menentukan dengan tepat, kapan suatu
obat dapat digunakan dan kapan sudah rusak. mulai
dari pengusaha obat sampai ke pasien. Pengusaha obat harus dengan jelas
menunjukkan bahwa bentuk obat harus dengan sediaan yang dihasilkan cukup tabil
dalam penyimpanan yang cukup lama dimana tidak berubah menjadi zat tidak
berkhasiat atau racun, ahli farmasi harus mengetahui ketidakstabilan potensial
dari obat yang dibuatnya. Dokter dan penderita harus diyakinkan bahwa obat yang
ditulis atau digunakannya akan sampai pada tempat pengobatan dalam konsentrasi
yang cukup untuk mencapai efek pengobatan yang diinginkan.
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk
:
1.
Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi kestabilan
suatu zat.
2.
Menentukan Ea (Energi aktifasi) dari reaksi penguraian
suatu zat.
3.
Menentukan usia
simpan suatu zat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori umum
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang
harus diperhatikan dalam membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini
penting mengingat suatu sediaan biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan
memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke tangan pasien yang membutuhkannya. Obat
yang disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama dapat mengalami penguraian dan
mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat
membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih suatu
kondisi dimana kestabilan obat tersebut optimum (Anonim : 2005).
Stabilitas
suatu obat adalah suatu pengertian yang mencakup masalah kadar obat yang
berkhasiat. Bila suau obat stabil artinya dalam waktu relative lama, obat akan
berada dalam keadaan semula, tidak berubah atau bila berubah masuh dalam batas
yang diperbolehkan oleh peryaratan tertentu. Batas kadar obat masih bersisa 90%
keatas masih bias digunakan, tetapi bila kadarny kurang dari 90% tidak dapat
digunakan lagi atau disebut sebagai sub standar waktu diperlukan sehingga obat
tinggal 90% disebut umur obat (Anonim
: 2005).
Apabila
bentuk sediaan dari suatu obat diubah, (misalnya dengan dilarutkan dalam suatu
cairan, diserbuk atau pun ditambahkan bahan-bahan penolong lain), atau juga dilakukan modifikasi terhadap
kondisi lingkungan dari obat itu sendiri yaitu misalnya dengan mengubah-ubah
kondisi penyimpanannya dan lain sebagainya, maka dengan demikian stabilitas
obat yang bersangkutan mungkijn juga akan terpengaruh (Howard : 1989).
Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain adalah panas, cahaya,
kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme dan lain-lain, digunakan dalam formula
sediaan obat tersebut. Sebagai contoh : senyawa-senyawa ester dan amida seperti
amil ntrat dan kloramfenikol adalah merupakan suatu zat-zat yang mudah
terhidrolisa dengan adanya lembab, sedangkan vitamin C mudah sekali mengalami
oksidasi (Anonim : 2005).
Penerapan
prinsip fisika kimia tertentu pada pelaksanaan pengkajian stabilitas telah
terbukti sangat mengntungkan pengambangan sediaan stabil. Hanya pendekatan itu
yang memungkinkan pemamfaatan data yang diperoleh dari penyimpanan dalam
kondisi yang melebihi keadaan normal secara tepat dan memadai, untuk maksud
meramalkan stablitas pada penyimpanan
normal selama jangka waktu yang lama. Sangat penting bagi produsen dari produk
baru pada penyimpanan normal dari data penyimpanan dipercepat, dikarenakan
keuntungan ekonomis besar yang diperoleh dari pemasaran produk baru secepat
mungkin setelah formulasinya selesai (Connors
: 1994).
Pada masa
lalu banyak perusahaan farmai mengadakan evaluasi mengenai kestabilan sediaan
farmasi dengan pengamatan selama 1 tahun atau lebih, sesuai dengan waktu normal
yang diperlukan dalam penyimpanan dan dalam penggunaan. Metode seperti itu
memakan waktu dan tidak ekonomis. Penelitian yang dipercepat pada temperature
tinggijuga banyak dilakukan oleh banyak perusahaan, tetapi kriterianya sering
merupakan criteria yang tidak didasarkan pada prinsip-prinsip dasar kinetik.
Contohnya beberapa perusahaan menggunakan aturan bahwa penyimpanan cairan pada
37°C mempercepat penguraian 2x lajunya pada temperature normal, sementara
perusahaan lain menggunakan bahwa kondisi tersebut mempercepat penguraian
dengan 20x laju normal (Alfred Martin
: 1993).
Telah
dilaporkan hasil pengamatan terhadap ketergantungan hidrolisis ampisilin
terhadap suhu dan terlihat pada pH 4,93 dalam bentuk plot. Ampisilin juga telah
menunjukkan dapat mengalami hidrolisis terkatalisis asam umum dan basa umum.
Pada suhu 35°C dan pH 1,2 efek garam
atas hidrolisis ampisilin yang diamati adalah “positif” sedikit lurus. Tidak
ada “efek garam” yang dapat diamati pada ph 4,49. pada pH 1,2 penambahan
alkohol pada larutan akan menghasilkan penurunan laju hidrolisis, kali ini
berkaitan dengan pengurangan tetapan dielektrikum pelarut. Ampisilin dalam
larutan alcohol 50% memiliki waktu paruh 2 kali disbanding dalam pelarut yang
semata-mata air (Gennaro, Alfonso :
2000).
Untuk
menghindari terjadinya hidrolisis pada cincin. β-laktan, keberadaan air harus
dihindarkan terutama jangan sampai kontak dengan bentuk pada padatan ampisilin.
Suhu juga memainkan peranan penting dalam laju degradasi padatan dan larutan.
Karena terbatasnya waktu paruh sediaan ampisilin yang berada dalam bentuk
larutan dan suspensi, amka bentuk sediaan padat merupakan satu-satunya
formulasi stabil untuk waktu yang lebih lama. Dengan menurunkan tetapan
dielektrikum larutan ampisilin dengan alcohol akan menghasilkan stabilitas yang
lebih baik dibanding bentuk larutan yang semata-mata air pada pH rendah.
Pemakaian larutan dapar paa laju pH minimum dan penyimpanan pada konsentrasi
yang relatif rendah merupakan salah satu alternatif dalam memperpanjang
stabilitas bentuk cairan (Schunack,
Walter : 1990).
Pada umumnya penentuan kestabilan suatu zat dapat dilakukan dengan
cara kinetika kimia. Cara ini memerlukan waktu yang ama sehingga praktis
digunakan dalam bidang farmasi. Hal-hal yang penting diperhatikan dalam penentuan
kestabilan suatu zat kinetika kimia adalah:
1.
Kecepatan reaksi
Kecepatan atau laju suatu reaksi diberikan
sebagai ± dC/dt. Artinya terjadi penambahan (+) atau pengurangan (-)
konsentrasi C dalam selang waktu dt. Menurut hokum aksi massa, laju suatu
reaksi kimia sebanding hasil kali dari konsentrasi molar reaktan yang masing-masing
dipangkatkan dengan angka yang menunjukkan jumlah molekul dari zat-zatyang ikut
serta dalam reaksi. Dalam reaksi :
aA
+ bB + ….. = Produk
laju reaksinya adalah :
Laju = - 1/a d(A)/dt
=
-1/b d(B)/dt = …… = k(A)a(B)b……
k
adalah konsentrasi laju. Laju berkurang masing-masing komponen reaksi diberikan
dalam bentuk jumlah mol ekuivalen masing-masing komponen yang ikut serta dalam
reaksi.
2.
Orde reaksi
Dari
hukum aksi massa, suatu garis lurus di dapat bila laju reaksi diplot sebagai
fungsi dari konsentrasi reaktan dipangkatkan dengan bilangan tertentu. Orde
reaksi keseluruhan adalah jumlah pangkat konsentrasi-konsentrasi yang
menghasilkan seluruh garis lurus. Orde bagi tiap reaktan adalah pangkat dari
tiap konsentrasi reaktan.
3.
Temperatur
Sejumlah faktor lain, selain
konsentrasi dapat mempengaruhi kecepatan reaksi. Diantaranya adalah
temperature, pelarut, katalis dan sinar. Kecepatan berbagai reaksi bertambah
kira-kira dua atau tiga kalinya tiap kenaikan 10°C. Pengaruh temperature
terhadap laju ini diberikan dengan persamaan yang pertama kali dikemukakan oleh
Arrhineus.
k
= Ae-Ea/RT
atau
log k = log A – Ea
. 1
2,303 RT
Dimana
laju spesifik, A adalah konstanta yang
disebut factor frejuensi, Es asalah energi aktifasi R adalah konstanta gas,
1,987 kalori/derajat mol, dan T adalah temperature absolute. Konstanta itu
dapat dicari dengan menentukan k pada berbagai temperature dan memplot 1/T
terhadap log k.
4.
Kekuatan ion
Pengaruh kekuatan ion terhadap
kecepatan reaksi dapat dilihat dari persamaan berikut :
Log
K = log ko + 1,02 zAzB μ
Dimana :
K =
Konstanta kecepatan penguraian pada kekuatan ion tertentu
ko = Konatanta kecepatan penguraian pada kekuatan
ion = 0
z =
Muatan ion
μ = Kekuatan ion
5.
Pengaruh pH
Reaksi penguraian beberapa larutan
obat dapat dipercepat dengan penambahan asam (H+) atau basa (OH-).
Katalisator ini disebut katalisator asam basa khusus. Misalnya pada reaksi
hidrolisa ester (S) dalam air (R).
S + R ---------- P
S + H+ ---------- SH+
SH+ + R ====== P
Skema reaksi umum ini
menganggap bahwa hasil reaksi P pada reaksi hidrolisis ini tidak bergantung
kembali membentuk ester.
Untuk reaksi ini pada umumnya,
laju pembentukan hasil reaksi dinyatakan dengan :
dP = k (SH+)
dt
(S)(H+)
konsentrasi
asam konjugat SH+ merupakan jumlah yang dapat diukur,
karena pra-kesetimbangan membutuhkan :
K =
(SH+)
(S)(H+)
Sehingga :
(SH+) = K (S)(H+)
Dan :
dP = kK(S)(H+)
dt
( Connors : 1994).
II.2 Uraian bahan
1. Air suling (Ditjen POM,
1979: 96)
Nama resmi : Aqua destillata
Nama lain : Air suling
RM/BM : H2O / 18,02
Pemerian
: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai air pendingin
2. NaOH (Ditjen POM, 1979: 472)
Nama resmi : Natrii hydroxydum
Nama lain : Natrium
hidroksida
RM/BM : NaOH / 40,00
Pemerian
: Bentuk batang, butiran, rasa halus, tau keping, kering, keras, rapuh
dan menunjukan susunan hablur putih, mudah meleleh, basah, sangat alkalis dan
korosit segera menyerap karbondioksida
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kelarutan : Sngat mudah larut
dalam air, dalam etanol 95%
Kegunaan : Zat
tambahan
3 .
Parasetamol (Ditjen POM,
1979: 37)
Nama resmi : Asetaminofen
Nama lain : Parasetamol
RM/BM : C8H9NO2 / 151,16
Pemerian
: hablur atau serbuk putih,
tidak berbau, rasa pahit.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
baik. Terlindung dari cahaya.
Kelarutan : larut dalam 70 bagian etanol 95%P, dalam 13 bagian
aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P, larut
dalam larutan alkali hidroksida.
Kegunaan : Sampel uji
BAB
III
PROSEDUR KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
1. Batang
pengaduk
2. Botol semprot
3. Gelas
kimia 100 ml
4. Gelas
ukur 10 ml
5. Kuvet
6. Labu takar 10,50,dan 100ml
7. Oven
8. Penangas
air
9. Pipet
tetes panjang
10. Pipet
tetes pendek
11. Pipet
volum 5 ml
12. Spekrtofotometer
13. Stopwatch
14. Spoit 5 ml
15. Timbangan
16. Vial
III.1.2
Bahan
1.
Aquadest
2.
Parasetamol dry sirup
3.
NaOH 0,1
N
4.
Tissue
III.2 Langkah Percobaan
a. Penentuan panjang gelombang maksimal
Sejumlah baku pembanding parasetamol ditimbang seksama dan diencerkan
dengan air suling hingga diperoleh konsentrasi 1000ppm. Sejumlah larutan ini
dipipet kedalam labu ukur dan diencerkan dengan aquades sampai tanda hingga
konsentrasinya 50 ppm, kemudian diukur serapannya pada rentang panjang
gelombang 200-300. Selanjutnya dibuat kurva antara serapan terhadap panjang
gelombang.
b. Penentuan kurva baku
Larutan paracetamol dibuat dengan konsentrasi bervariasi. Kemudian
masing-masing konsentrasi diukur serapannya pada panjang gelombang maksimal.
Selanjutnya dibuat kurva antara serapan terhadap konsentrasi.
c. Penetapan kadar paracetamol
Penetapan kadar timbang saksama 1,5gr.
Tambahkan 100ml air dan 20 ml natrium hidroksida 0,1N, encerkan dengan air
secukupnya hingga 200 ml pada 5ml, tambahkan 9,5ml natrium hidroksida 0,1N,
encerkan dengan air secukupnya higga 100ml. Ukur serapan. Hitung bobot zat
dalam mg.
d. Penentuan umur simpan sirup parasetamol
Sirup parasetamol diasukkan kedalam 21 vial masing-masing sebanyak 5m. Kemudian
vial-vial tersebut dimasukkan kedalam oven dengan suhu 40 °C,50°C, dan 60°.
Pada jam ke 0,30,60,90, 120, dan 180 menit diambil 1 vial dan diukur kadar
paracetamol.
e. Penetapan kadar sirup paracetamol
Sirup paracetamol
sebanyak 1 ml ditambahkan larutan natrium hidroksida 0,1 N, hingga 10ml
kemudian dipipet sebanyak 1 ml ditambahkan air hingga 50ml. Ukur serapannya.
Hitung bobot zat mg dalam sirup.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil percobaan dan perhitungan
a.
Kurva Baku
Kadar PCT
|
Absorban
|
5
|
0,29
|
6
|
0,378
|
7
|
0,464
|
8
|
0,359
|
9
|
0,632
|
10
|
0,702
|
11
|
0,788
|
b.
Data
Waktu(menit)
|
400
|
500
|
600
|
0
|
0,327
|
0,4103
|
0,3267
|
30
|
0,32
|
0,4377
|
0,3327
|
60
|
0,3183
|
0,4303
|
0,3173
|
90
|
0,3123
|
0,425
|
0,313
|
120
|
0,2917
|
0,4181
|
0,3003
|
150
|
0,2843
|
0,4103
|
0,3437
|
180
|
0,298
|
0,4013
|
0,2903
|
c.
Perhitungan konsentrasi sirup PCT
Waktu
|
40
|
50
|
60
|
0
|
32,37382
|
38,432
|
32,352
|
30
|
31,86473
|
40,42473
|
32,78836
|
60
|
31,74109
|
39,88655
|
31,66836
|
90
|
31,30473
|
39,50109
|
31,35564
|
120
|
29,80655
|
38,99927
|
30,432
|
150
|
29,26836
|
38,432
|
33,58836
|
180
|
30,26473
|
37,77745
|
29,70473
|
d.
Perhitungan koefisien korelasi
1.
Untuk suhu 400 C
Waktu
|
Konsentrasi
|
Log C
|
1/C
|
0
|
32,37382
|
1,51019
|
0,03089
|
30
|
31,86473
|
1,50331
|
0,03138
|
60
|
31,74109
|
1,50162
|
0,03150
|
90
|
31,30473
|
1,49561
|
0,03194
|
120
|
29,80655
|
1,47431
|
0,03355
|
150
|
29,26836
|
1,46639
|
0,03417
|
180
|
30,26473
|
1,48094
|
0,03304
|
2.
Untuk suhu 500 C
Waktu
|
Konsentrasi
|
Log C
|
1/C
|
0
|
38,432
|
1,58469
|
0,02602
|
30
|
40,42473
|
1,60665
|
0,02474
|
60
|
39,88655
|
1,60083
|
0,02507
|
90
|
39,50109
|
1,59661
|
0,02532
|
120
|
38,99927
|
1,59106
|
0,02564
|
150
|
38,432
|
1,58469
|
0,02602
|
180
|
37,77745
|
1,57723
|
0,02647
|
3.
Untuk suhu 600 C
Waktu
|
konsentrasi
|
Log C
|
1/C
|
0
|
32,352
|
1,50990
|
0,03091
|
30
|
32,78836
|
1,51572
|
0,03049
|
60
|
31,66836
|
1,50063
|
0,03158
|
90
|
31,35564
|
1,49632
|
0,03189
|
120
|
30,432
|
1,48333
|
0,03286
|
150
|
33,58836
|
1,52619
|
0,02977
|
180
|
29,70473
|
1,47283
|
0,03366
|
e. Penentuan
orde reaksi
Orde
|
Koefisien korelasi (r)
|
||
|
400
|
500
|
600
|
0
|
-
0,88683
|
0,56779
|
-
0,43410
|
1
|
-
0,88255
|
0,56869
|
-
0, 44816
|
2
|
-
0,87767
|
0,56960
|
-
0,46155
|
f.
Penentuan nilai K
Suhu
|
b
|
K
|
40
|
1,67619
x 10-5
|
1,67619
x 10-5
|
50
|
5,33333
x 10-6
|
5,33333
x 10-6
|
60
|
9,63095
x 10-6
|
9,63095
x 10-6
|
g. Penentuan
nilak k pada suhu 25o C dan usia simpan
Suhu
|
Suhu (oK)
|
1/T (x)
|
K
|
Log K
|
40
|
313
|
3,19489 x 10-3
|
1,67619
x 10-5
|
-4,77568
|
50
|
323
|
3,09598 x 10-3
|
5,33333
x 10-6
|
-5,27300
|
60
|
333
|
3,00300 x 10-3
|
9,63095
x 10-6
|
-5,01633
|
25
|
298
|
3,35570 x 10-3
|
2,15933 x 10-5
|
-4,66568
|
= 0,21440
IV.2
Pembahasan
Untuk membuat suatu sediaan zat obat menjadi suatu bentuk
sediaan akhir, bahan-bahan farmasetik dibutuhkan. Sebagai contoh, dalam
pebuatan larutan sediaan farmasi, satu atau lebih pelarut digunakan untuk
melarutkan bahan tersebut, pengawet dapat ditambahkan untuk mencegah
pertunbuhan mikroba, penstabil bisa digunakan untuk mencegah peruraian obat,
dan pemberi warna serta pemberi rasa ditambahkan untuk menambah penampilan
produk.
Salah satu
aktivitas yang paling penting dalam kerja preformulasi adalah evaluasi
kestabilan fisika dan kimia dari zat obat murni. Adalah perlu bahwa pengkajian
awal ini dihubungkan dengan menggunakan sampel obat dengan kemurnian yang
diketahui. Adanya pengotoran dapat mengakibatkan kesimpulan yang salah dalam
evaluasi tersebut. Pengkajian kestablian yang dihubungkan dalam fase
preformulasi termasuk kestabilan obat itu sendiri dalam keadaan padat,
kestabilan fase larutan, dan kestabilan dalam adanya zat penambah yang
diharapkan.
Ketidakstabilan
kimia dari zat obat dapat mengambil banyak bentuk, karena obat-obat yang
digunakan sekarang adalah dari konstituen kimia yang beraneka ragam.
Ketidakstabilan
formulsai obat dapat dideteksi dalam beberapa hal dengan suatu perubahan
penampilan fisik, warna, bau, rasa, dan tekstur dari formulasi tersebut,
sedangkan dalam hal lain perubahan kimia dapat terjadi yang tidak dibuktikan
sendiri dan hanya dapat dipastikan melalui analisis kimia. Data ilmiah yang
menyinggung kestabilan dari suatu formulasi menghasilkan ramalan shelf-life
yang diharapkan dari produk yang diteliti tersebut dan bila perlu, untuk
merangsang kembali obat tersebut dan untuk formulasi kembali bentuk sediaan
tersebut. Jelaslah laju dan kecepatan terjadinya degradasi obat dalam suatu
formulasi merupakan hal yang sangat penting. Pengkajian laju perubahan kimia
dan cara di mana zat tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
konsentrasi obat atau reaktan, pelarut yang digunakan, kondisi temperatur dan
tekanan, dan adanya zat-zat kimia lain dalam formulasi tersebut disebut reaksi kinetika.
Kestabilan suatu zat merupakan factor
yang harus diperhatikan yaitu pembuatan sediaan farmasi. Oleh karena itu hasil
dari pembuatan sediaan farmasi itu
khususnya obat dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil uaraian itu
bersifat toksik sehingga sangat atau dapat membahayakan pada konsumen. Oleh
karena itu kita perlu mengtahui factor-faktor yang dapat mempengaruhi
kestabilan suatu zat atau obat sehingga dapat dipilih suatu kondisi dimana
kestabilan obat optimum. Faktro-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu
obat antara lain yaitu panas, cahaya, kelembaban, oksigen, pH dan
mikroorganisme.
Stabilitas
obat mencakup masalah kadar obat yang berkhasiat. Bila suatu obat stabil
artinya dalam waktu lama obat akan berada dalam keadaan semula, tidak mengalami
perubahan atau jika berubah masih dalam batas yang sesuai persyaratan.
Efek farmakokinetik dari sampel obat yaitu absorpsi parasetamol cepat
dan sempurna di
saluran pencernaan .Konsentrasi
tertinggi dicapai dalam
waktu ½
jam dan masa
paruh plasma antara 1-3 jam .Obat
ini tersebar ke
seluruh cairan tubuh. Dalam plasma
25% parasetamol terikat di protein plasma . Obat
ini di metabolism
oleh enzim mikrosom di
hati . Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam
glukuronat dan sebagian kecil
lainnya dengan asam
sulfat . obat ini diekskresi
di ginjal ,
sebagian kecil sebagai parasetamol dan
sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.
Dalam percobaan ini kita akan
menentukan energi aktivasi (Ea) dimana Ea yaitu kemampuan suatu sediaan untuk
dapat mengalami penguraian zat. Energi aktivasi (Ea) harus ditentukkan dengan
cara mengamati perubahan konsentrasi pada suhu tinggi, dengan membadingkan dua
harga konstanta penguraian zat pada temperatur
atau suhu yang berbeda sehingga dapat ditentukkan energi aktivasinya.
Dengan demikian batas kadaluarsa suatu sediaan farmasi dapat diketahui dengan
tepat.
Hasil percobaan adalah diperoleh hasil untuk waktu paruh atau (t1/2) adalah 1,92961 dengan nilai t90 yaitu 0,21440.
Mekanisme kerja spektrofotometri, sinar
dari sumber sinar adalah sinar polikromatis maka dilewatkan terlebih dahulu
melalui monokromator, kemudian sinar monokromatis dilewatkan melalui kuvet yang
berisi contoh maka akan menghasilkan sinar yang ditransmisikan dan diterima
oleh detektor untuk diubah menjadi energi listrik ang kekuatannya dapat diamati
oleh alat pembaca (satuan yang dihasilkan adalah absorban atau transmitan).
Aplikasi stabilitas bahan obat dalam dunia farmasi yaitu untuk mengetahui
profil fisika kimia yang lengkap dari bahan obat yang tersedia, yaitu dengan
diketahui stabilitas suatu obat, maka kita dapat mengetahui sifat-sifat fisika
dan kimia dari obat tersebut. sangat penting dimana kita dapat mengetahui dan
menetapkan massa kadaluarsa (data exp) dari setiap sediaan obat atau makanan
yang diproduksi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 KESIMPULAN
Dari percobaan dan pengamatan yang
telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Nilai
dari t1/2 adalah 1,929824
2. Nilai
dari t 90 adalah 0,21440
3. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kestabilan obat adalah suhu, cahaya, kelembaban, oksigen, ph dan mikroorganisme.
V.2 Saran
Sebaiknya alat dan
bahan dilaboratorium dilengkapi agar mempermudah proses praktikum. Dan
diharapkan kerjasama yang baik antara praktikan dan asisten.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, 2005.
“Penuntun Praktikum Farmasi Fisika”. UMI. Makassar
Ansel, H..C, 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi IV. Diterjemahkan
oleh Farida ibrahim, UI-press, Jakarta, 993.
Martin, A.dkk, 1993. Farmasi Fisika Edisi III Volume II.
Diterjemahkan oleh yoshito, UI press, Jakarta. 1029, 1030,1143,1144.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen
kesehatan Indonesia RI, Jakarta.
Gennaro, A. R., et all., (1990), “ Remingto’s Pharmaceutical Sciensces “, Edisi 18th, Marck
Publishing Company, Easton, Pensylvania, 591.
Dra. Susanti dan Dra. Yeanny
wenas. Analisa Kimia Farmasi
Kuantitatif. Universitas Hasanuddin, Makassar .
Tim Penyusun, 2006. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika.
Fakultas Farmasi, UMI, Makassar , 24,25,26.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar