BAB I
PENDAHULUAN
Sediaan oral lepas lambat adalah sediaan
oral yang dirancang untuk memberikan
aktivitas terapetik diperlama dengan cara pelepasan obat secara terus-menerus
selama periode tertentu dalam sekali pemberian .
Tujuan
utama dari suatu produk obat pelepasan terkendali adalah untuk mencapai suatu
efek terapetik yang diperpanjang yang disamping memperkecil efek samping yang
tidak diinginkan yang disebabkan oleh fluktuasi kadar obat dalam plasma. Secara
ideal, produk obat pelepasan tekendali hendaknya melepaskan obat pada suatu
laju yang konstan, atau laju orde nol. Setelah lepas dari produk obat, obat
secara cepat diabsorbsi dan laju absorbsi akan mengikuti kinetika orde nol yang
sama dengan suatu infuse obat secara intravena. Dalam banyak hal poduk obat
dirancang agar laju absorbsi sistemik obat dibatasi oleh laju pelepasan obat
melalui system “delivery” obat. Disayangkan bahwa sebagian besar produk obat
pelepasan terkendali yang melepaskan obat dengan kinetika order nol in vitro
tidak menunjukkan absorbsi obat order nol bila diberikan in vivo. Kurangnya
absorbsi obat order nol dari produk obat pelepasan terkendali setelah pemberian
oral dapat disebabkan oleh sejumlah kejadian yang tidak dapat diprakirakan yang terjadi dalam saluran cerna
selama absorbsi.
Keuntungan sediaan oral lepas lambat
:
- Frekuensi pemberian obat untuk mendapatkan efek tertentu
berkurang
- Efek terapetik yang diperoleh lebih lama
- Lebih disukai dibanding sediaan konvensional karena
lebih efisien
- Efek merugikan dari obat dapat ditekan karena
berkurangnya frekuensi pemberian obat (tidak ada fluktuasi kadar obat
dalam darah)
Kerugian sediaan oral lepas lambat :
- Biaya produksi lebih tinggi sehingga harga obat lebih
mahal
- Kemungkinan terjadinya keracunan obat lebih besar
dibandingkan sediaan konvensional. Hal ini disebabkan karena absorpsi obat
yang diperlama kadang-kadang diikuti dengan eliminasi obat diperlambat.
- Jika sediaan gagal memberikan pelepasan diperlambat,
maka konsentrasi toksik dari obat dapat terlampaui
- Ukuran tablet kemungkinan lebih besar. Hal ini
menyulitkan terutama untuk pasien yang tidak daoat menelan obat
Ciri-ciri obat pelepasan diperlambat ini (long
acting work), adalah pada nama dagangnya ditandai dengan nama tambahan,
seperti OD (once a day), CR (Controlled Release), SR (Slow
Release).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Anatomi Dan Fisiologi
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut
sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang
berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi,
menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang
tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan
terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus
halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ
yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu
pankreas, hati dan kandung empedu.
A.
Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat
masuknya makanan dan air
pada hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya
merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.
B. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan
C. Kerongkongan
(Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube)
berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung.
D. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar
dan berbentuk seperti kandang keledai.
Terdiri dari 3 bagian
yaitu
1. Kardia.
2. Fundus.
3. Antrum.
E. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah
bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung
dan usus besar
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong
(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
F. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu
atau sekum (Bahasa Latin:
caecus, "buta") dalam
istilah anatomi
adalah suatu kantung yang terhubung pada usus
penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar
G. Umbai
Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ
tambahan pada usus buntu.
H. Rektum
dan anus
Rektum
(Bahasa Latin:
regere, "meluruskan,
mengatur") adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai
tempat penyimpanan sementara feses
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan,
dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan
tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus
diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi
(buang air besar - BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
I. Pankreas
Pankreas adalah organ
pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting
seperti insulin.
Pankreas
terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).
J. Hati
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki
beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan
penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting
dalam pencernaan.
K. Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:
1. Membantu
pencernaan dan penyerapan lemak
2. Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh,
terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan
kelebihan kolesterol.
B. Vaskularisasi Lintasan
Penyerapan
1. mulut
a.
vaskularisasi darah
vaskularisasi
daerah lidah terutama dilakukan oleh arterial
lingualis dan anteria facialis yang
merupakan cabang arteria carotis.
Pembuluh
nadi balik terdiri atas :
1.
Vena vacialis dan kolateralnya
2.
Vena lingualis, terutama vena raninus.
Vena-vena
tersebut membentuk vena besar dan masuk ke vena jubularis interna.
Lingkungan
palatum mendapat darah dari arteri maksilaris interna. Sedangkan vena
maksilaris bertanggung jawab terhadap pembuluh darah balik yang bermuara di
vena jubularis interna.
Darah
vena dari daerah mulut mengalir ke jantung dan selanjutnya mengalir ke
organ-organ tubuh lainnya dan kemudian memasuki hati. Jadi semua zat aktif yang
diserap pada jalur ini tidak segera mengalami metabolisme hepatik yang dapat
berakibat inaktivasi sebelum diedarkan keseluruh tubuh atau yang kita kenal
sebagai ”efek lintasan pertama hepatik”.
b.
Vaskularisasi getah bening
pembuluh getah bening berasal dari
seluruh bagian mulut. Pembuluh ini dapat mencapai limfonoduli yang sangat
tersebar dan dengan demikian membantu penyerapan dan pembagian zat aktif
tertentu.
2. Lambung
a.
Vaskularisasi Darah.
Debit darah pada lambung adalah 250 ml/menit (13)
pembuluh darah arteri yang mengalir ke lambung berasal dari arteria coeliaca
yang mengikuti dua lekukan lambung. Sejalan dengan vena, darah arteri tersebut
menuju hati dengan perantaraan vena porta, sehingga dengan demikian darah akan melewati lambung. Jadi zat aktif
yang diserap dilambung akan melewati hati lalu metabolism dan hal ini sering
menyebabkan ketidak aftifan obat (efek lintasan hepar pertama)
b.
Vaskularisasi getah bening
Pembuluh getah bening pada saluran
cerna berasal dari jaringan sub-mukosa. Pembuluh tersebut berkumpul lagi dalam
limfonoduli disekitar pembulu arteri besar dan dalam simpul yang lebih kecil
didekat collateral.
3. Usus halus
a.
Vaskularisasi darah
Jumlah aliran darah pada usus halus
sekitar 900 ml/menit. Puasa memperlambat aliran darah, hal yang sama terjadi
bila zat aktif merupakan vasokonstriktor. Pengurangan jumlah aliran darah
menyababkan penurunan penyerapan karena adanya perubahan konsentrasi dikedua
sisi membran biologi dan selanjutnya terjadi hambatan transpor aktif karena
pengurangan kandungan oksigen.
Usus halus mendapatkan aliran darah
dari pembuluh nadi (arteri) yang berasal dari ketiga cabang aorta abdominal dan
kolateralnya.
Pembuluh nadi organ saluran cerna
saling tersusun seperti atap lengkung membentuk satu anyaman yang sejajar
dengan dinding usus. Dari lengkungan tersebut keluar pembuluh-pembuluh pendek
yang akan saling berhubungan satu dan lainnya dibawah mukosa. Pembuluh nadi
balik (vena) berada pada lintasan yang kurang lebih sama dengan pembuluh nadi.
Kapiler vena yang terutama keluar
dari jonjot-jonjot usus saling berhubungan dan dari tempat itu keluar pembuluh
yang pendek menyebar dalam ”atap” pembuluh halus. Selanjutnya mengalir menuju
vena ileaca dan vena jejunalis dan bersatu dengan vena mesenterica superior
lalu menuju vena porta.
Jadi semua darah vena yang mengalir
dari usus mengumpul pada vena porta seperti saat mengalir dari lambung. Jadi
zat aktif yang diberikan melalui mulut, penyerapannya pasti akan melewati hati
(lintasan pertama hepatik) dan mengalami perubahan.
b. Vaskularisasi
getah bening
Setiap jonjot usus mempunyai central
lucteal. Gerakan jonjot-jonjot tersebut mencerminkan kandungan pembuluh getah
bening yang menuju kanal yang menyatu. Seperti yang kita ketahui ada dua
jaringan pembuluh getah bening yaitu yang terdapat di submukosa dan sub serosa.
Pembuluh getah bening tersebut mengaliri usus halus dalam gangglion satelit
dari arteria mesentericae dan selanjutnya bergabung dengan cesterna pecquet dan
ductus thoracicus lalu mengalirkan isisnya kedalam vena sub klavia sinistra dan
selanjutnya kedalam vena cava superior.
Luasnya permukaan vena kapiler dan
chilefere, terutama pada vili intestinalis, menjelaskan peranannya pada
penyerapan melalui usus. Usus halus mempunyai struktur anatomi yang menunjang
penyerapan tersebut.
4. Usus besar (Kolon)
a.
Vaskularisasi darah
Usus besar mendapatkan aliran darah
dari arteria mesentericum superior dan interior.
Pembuluh darah balik pada usus besar
adalah :
- Vena
mesentericum superior yang mengalir darah dari caecum dan usus besar
sebelah kanan.
- Vena
mesentericum interior yang mengalirkan darah dari sigmoid atau signoida.
- Bila akan
dirancang suatu obat per oral dengan penyerapan efektif pada saluran
cerna, maka harus dipertimbangkan kemungkinan lewatnya obat melalui hati
dan akibat-akibat yang telah ditimbulkan.
b.
Vaskularisasi getah bening
Seperti pada semua saluran cerna,
terdapat dua rangkaian pembuluh getah bening yaitu submukosa dan sub serosa.
Jaringan ini dikeluarkan oleh limfonoduli coeliaca submukosa. Disamping kanan
terdapat ileocoeliaca yang sangat penting.
C. Persarafan
Pengeluaran empedu akan diransang
oleh sistem saraf otonom, sehingga semua gangguan terhadap saraf dapat
berpengaruh pada pengeluaran empedu. Jadi transit usus yang sangat cepat akan
mengacau kesempurnaan penyerapan zat aktif tertentu yang terionkan atau yang
penyerapannya terjadi dengan cara aktif.
D. Faktor Yang Mempengaruhi LDA Sediaan Obat Lepas Lambat
1. Fisiologi
a. Lambung
Lambung merupakan suatu organ pencampur dan
pensekresi di mana makanan dicampur dengan cairan cerna dan secara periodik
dikosongkan ke dalam usus halus. Akan tetapi gerakan makanan dan produk obat
dalam lambung dan usus halus sangat berbeda tergantung pada keadaan fisiologik.
Dengan adanya makanan lambung melakukan fase “digestive” dan tanpa adanya
makanan lambung melakukan fase “interdigestive”. Selama fase digestive partikel
– pertikel makanan atau partikel – partikel padat yang lebih besar
dari 2 mm ditahan dalam lambung, sedangkan partikel –
partikel yang lebih kecil dikosongkan melalui sphincter pilorik pada suatu laju
order kesatu yang tergantung pada isi dan ukuran dari makanan. Selama fase
interdigestive lambung istirahat selama 30 – 40 menit sesuai dengan waktu
istirahat yang sama dalam usus halus. Kemudian terjadi kontraksi peristaltik,
yang diakhiri dengan housekeeper contraction. Suatu obat dapat tinggal dalam
lambung selama beberapa jam jika diberikan selama fase digestive, bahan – bahan
berlemak, makanan dan osmolitas dapat memperpanjang waktu tinggal dalam lambung.
Di samping itu, bila obat diberikan selama fase interdigestive, obat berpindah
secara cepat ke dalam usus halus. Pelarutan obat dalam lambung juga dapat
dipengaruhi oleh ada atau tidaknya makanan. Harga normal pH lambung pada
istirahat adalah 1, bila ada makanan pH sering naik menjadi 3 – 5 disebabkan
adanya pendaparan bahan makanan. Suatu obat diuji secara In Vitro dengan Hcl
0,1 N melepaskan obat pada laju order nol, dapat tidak melepaskan obat pada
lajuyang sama pada pH 3 – 5. Akhir-akhir ini didapat bahwa obat Theo-24 dengan
adanya makanan melepaskan obat pada laju yang lebih tinggi. Apakah hal ini ada
kaitannya dengan perubahan laju pengosongan lambung atau interaksi obat-makanan
adalah tidak diketahui. Waktu tinggal dalam lambung yang lebih panjang, obat
dapat terkena pengadukan yang lebih kuat dalam lingkungan asam. Lambung
digambarkan sebagai organ yang mempunyai aksi “jet mixing” yang mendorong
campuran pilorik yang menyebabkan “sphincter” pilorik membuka dan secara
periodic melepaskan khimus ke usus halus.
b. Usus Halus
Panjang usus halus sekitar 10-14 kaki. Bagian
pertama steril, sedangkan bagian akhir yang menghubungkan “cecum” mangandung
beberapa bakteri. Bagian proksimal dari usus halus mempunyai pH sekitar 6
sehubungan dengan netralisais asam dengan bikarbonat yang disekresi oleh
duodenum ddan pankreas. Dengan adanya mikrovili usus halus memberi suatu luas
permukaan yang sangat besar untuk absorbsi obat. Waktu transit dalam usus halus
suatu sediaan padat dari 95% populasi disimpulkan sekitar 3 jam atau kurang. Waktu
transit untuk makanan dari mulut ke “cecum” (bagian permulaan dari usus besar)
telah ditinjau kembali oleh pengarang yang sama. Untuk memperkirakan waktu
transit, berbagai penelitian telah dilakukan dengan menggunakan uji lactulose hidrogen yang mengukur penampakan hidrogen dalam
nafas penderita (laktulosa dimetabolisme secara cepat oleh bakteri – bakteri
didalam usus besar yang menghasilkan hidrogen yang secara normal tidak terdapat
dalam pernapasan orang). Hal ini sesuai bahwa waktu transit G1 yang relatif
pendek dari mulut ke cecum yaitu 4 – 2,6 jam. Jarak ini
disimpulkan terlalu pendek untuk sedian sustained release
yang bekerja sampai 12 jam, kecuali kalau obat untuk diabsorbsi dalam kolon.
Kolon mempunyai sedikit cairan dan bakteri yang berlimpah yang dapat membuat
absorbsi obat tidak menentu dan tidak sempurna.waktu transit untuk pellet telah
diteliti dalam bentuk disentegrasi yang keduanya menggunakan bahan radiopaq
tidak larut dan terlarut. Sebagian besar pellet yang tidak larut dilepaskan
dari kapsul setelah 15 menit . Pada waktu 3 jam terlihat pellet-pellet tersebar dalam lambung dan sepanjang usus
halus. Pada waktu 12 jam seluruh pellet berada pada kolon ascending dan setelah
24 jam berada pada kolon descending yang siap memasuki rektum. Pada pellet
bentuk disintegrasi, terdapat penyebaran pellet yang lebih banyak sepanjang
saluran GI. Laju disintegrasi in vivo dari pellet-pelet juga sangat bervariasi.
c.
Usus
Besar
Panjang usus besar sekitar 4-5 kaki, yang terdiri
atas “cecum”, kolon “ascending” dan kolon “descending” yang berakhir dengan
rectum. Dalam kolon ada sedikit cairan dan transit obat diperlambat, absorbsi
obat dalam daerah ini tidak banyak diketahui, meskipun obat tak terabsorbsi yang
mencapai daerah ini dapat dimetabolisme oleh bakteri. Antibiotik yang
diabsorbsi tidak sempurna dapat mempengaruhi flora normal bakteri. Rectum
mempunyai pH sekitar 6,8-7,0 dan mengandung lebih banyak cairan. Obat – obat
diabsorbsi cepat bila diberikan dalam sediaan rektal. Tetapi laju transit
dipengaruhi oleh kecepatan defekasi. Mungkin obat – obat yang diformulasi untuk
24 jam akan tinggal dalam daerah ini untuk diabsorbsi. Ada
sejumlah produk sustained release yang diformulasi untuk memperoleh keuntungan
dari kondisi fisiologis saluran GI. Butir – butir salut enterik telah terbukti
melepaskan obat lebih 8 jam bila digunakan bersama – sama makanan, sehubungan
dengan pengosongan butir – butir salut enterik berangsur – angsur ke dalam usus
halus. Formulasi khusus floating tabletyang tetap tinggal di bagian atas
lambung telah digunakan untuk memperpankang waktu tinggal obat dalam lambung.
Untuk pengobatan yang manjur, tidak satupun metode ini memberikan keterandalan
yang cukup konsisten. Penelitian eksperimental yang lebih banyak dalam bidang
ini masih diperlukan.
2.
Sifat fisikokimia
·
Ukuran dosis
Jika dosis oral > 0.5
g, maka obat tsb bukan merupakan kandidat yang baik untuk dibuat sediaan lepas lambat karena
ukuran produk akan sangat besar.
·
Kelarutan dalam air
Obat yang sangat
mudah larut dalam air sangat tidak
sesuai untuk sediaan lepas lambat sedangkan obat yang sangat sukar larut air
akan sulit dimasukkan ke dalam sistem lepas lambat. Batas bawah kelarutan obat adalah 0.1 mg/ml.
·
Koefisien partisi
Obat yang sangat lipofilik atau hidrofilik ( koefisien partisinya sangat ekstrim) akan
memberikan fluks ke dalam jaringan sangat lambat atau sangat cepat (yang
selanjutnya terjadi penumpukan obat dalam jaringan) merupakan golongan obat
yang tidak sesuai untuk lepas lambat.
·
Stabilitas obat
Obat yang tidak stabil
dalam GI akan menyulitkan jika dibuat lepas lambat karena obat tersebut harus berada dalam GI
pada waktu cukup lama.
3.
Sifat Biologi
·
Absorpsi
Obat yang absorpsinya
lambat atau diabsorpsi dengan kecepatan absorpsi yang bervariasi merupakan
kandidat yang kurang baik untuk sediaan lepas lambat. Untuk sediaan lepas
lambat oral, batas bawahtetapan kecepatan reaksi adalah 0.25/jam dengan
anggapan waktu transit dalam GI 10 -12 jam).
·
Distribusi
Obat dengan volume
distribusi nyata tinggi, yang selanjutnya mempengaruhi kecepatan eliminasi
obat, merupakan kandidat yang kurang baik untuk sediaan lepas lambat.
·
Metabolisme
Sistem lepas lambat yang dimetabolisme selama
kecepatan metabolisme merupakan golongan
yang tidak sesuai untuk sediaan lepas lambat
·
Lama aksi
Waktu paruh biologi (lama aksi obat) merupakan
faktor utama yang harus dipertimbangkan jika akan merancang sediaan lepas
lambat. Obat dengan waktu paruh
panjang (> 12 jam) dan dosis efektif besar atau waktu paruh pendek (<
1 jam) tidak sesuai untuk sediaan
lepas lambat.
·
Terapetik
Obat dengan rentang terapetik pendek memerlukan kontrol dosis dalam
darah tepat tidak sesuai untuk sediaan
lepas lambat, karena berisiko tinggi terjadinya efek toksik.
E.
Evaluasi Biofarmaseutik Sediaan Oral Lepas Lambat
- Evaluasi
Sediaan Oral dengan Pelepasan Terkendali
Langkah
pertama adalah mengetahui apakah sediaan dengan pelepasan zat aktif yang terkendali telah terbukti.
Dengan
pengenalan sifat fisiko-kimia zat aktif
dapat diperkirakan efek farmakologi dan farmakokinetiknya paling tidak harus
diketahui berikut ini :
-
Kelarutan zat
aktif berbagai pH
-
Biologik t ½
-
Kemungkinan
penyerapan pada bagian saluran cerna tertentu
-
Bagian
saluran cerna yang merupakan tempat penyerapan optimum
-
Ketersediaan
hayati absolute sediaan oral
-
Hubungan antara konsentrasi zat aktif dalam darah dan efek terapetik.
Langkah kedua adalah mendapatkan
parameter farmakokinetik yang diperlikan
untuk menghitung jumlah obat yang
diberiikan pada tahap awal daripada tahap pelepasan terkendali. Dari data yang
diperolehb setelah pemberian larutan
oral secara intravena atau per oral, maka dapat data dihitung maka dapat
dihitung tetapan laju penyerapan Ka, tetapan laju peniadaan Ked an waktu paruh
t biologik, waktu untuk mencapai puncak dan
intensitas puncak plasmatic sebagai
fungsi dosis yang diberikan. Dari data
klinik dapat diketahui konsentrasi terapeutik yang diperlukan dan yang harus
bertahan selama 10 -12 jam (pada kondisi normal sehingga dapat diketahui
hububgan antara kadar dalam darah dan aktifitas terapeutik).
Langkah ke tiga adalah pemilihan bentuk
sediaan yang sesuai dengan pelepasan terkendali yang optimum. Setiap bentuk
sediaan berbeda harus diuji pelepasan zat aktif invitro dan invivo.
Langkah ke 4 adalah menetapkan laju pelepasan zat aktif dari
sediaan. Dengan demikian perubahan pemakaian zat tambahan atau cara pembuatan
sediaan akan disesuaikan dengan skema pelepasan terhadap laju pelepasan yang
dikehendaki.
Langkah terakhir adalah melakukan uji klinik untuk
membuktikan kesahian bentuk sediaan.
Selain itu pada uji stabilitas perlu dibuktikan bahwa
penyimpanan sediaan tidak menyebabkan perubahan skema pelepasan.
BAB III
KESIMPULAN
Sediaan oral lepas lambat adalah sediaan
oral yang dirancang untuk memberikan
aktivitas terapetik diperlama dengan cara pelepasan obat secara terus-menerus
selama periode tertentu dalam sekali pemberian .
Tujuan utama dari suatu produk obat
pelepasan terkendali adalah untuk mencapai suatu efek terapetik yang
diperpanjang yang disamping memperkecil efek samping yang tidak diinginkan yang
disebabkan oleh fluktuasi kadar obat dalam plasma.
Karakter
obat yang cocok untuk extended release
·
Kecepatan
Absorpsi/ekskresi tidak terlalu cepat atau terlalu lambat
·
Dapat diabsorbsi secara seragam di saluran
cerna
·
Dosis
yang diperlukan relatif kecil
·
Mempunyai
index keamanan terapi yang bagus
·
Tidak untuk obat yang memerlukan dosis
spesifik per individu
·
Digunakan
untuk terapi penyakit kronis bukan akut
DAFTAR PUSTAKA
AIACHE, J.M. et all : Soeratri, Widji. 1982,
“Farmasetika 2 Biofarmasi”. Airlangga University Press.
http//nealsarea,
anatomi dan fisiologi.com//. ( diakses tanggal 25 maret 2013, 15.00)
http//nyomanvalida,
dkk, pelepasan zat aktif obat.com// (diakses tanggal 25 maret 2013, 15.00)
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Robby Prama Yudha
150 2010 182
Tidak ada komentar:
Posting Komentar