Jumat, 19 April 2013

Oral Lepas Lambat


BAB I
PENDAHULUAN

      Sediaan oral lepas lambat adalah sediaan oral  yang dirancang untuk memberikan aktivitas terapetik diperlama dengan cara pelepasan obat secara terus-menerus selama periode tertentu dalam sekali pemberian .
            Tujuan utama dari suatu produk obat pelepasan terkendali adalah untuk mencapai suatu efek terapetik yang diperpanjang yang disamping memperkecil efek samping yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh fluktuasi kadar obat dalam plasma. Secara ideal, produk obat pelepasan tekendali hendaknya melepaskan obat pada suatu laju yang konstan, atau laju orde nol. Setelah lepas dari produk obat, obat secara cepat diabsorbsi dan laju absorbsi akan mengikuti kinetika orde nol yang sama dengan suatu infuse obat secara intravena. Dalam banyak hal poduk obat dirancang agar laju absorbsi sistemik obat dibatasi oleh laju pelepasan obat melalui system “delivery” obat. Disayangkan bahwa sebagian besar produk obat pelepasan terkendali yang melepaskan obat dengan kinetika order nol in vitro tidak menunjukkan absorbsi obat order nol bila diberikan in vivo. Kurangnya absorbsi obat order nol dari produk obat pelepasan terkendali setelah pemberian oral dapat disebabkan oleh sejumlah kejadian yang tidak dapat  diprakirakan yang terjadi dalam saluran cerna selama absorbsi.
Keuntungan sediaan oral lepas lambat :
  1. Frekuensi pemberian obat  untuk mendapatkan efek tertentu berkurang
  2. Efek terapetik yang diperoleh lebih lama
  3. Lebih disukai dibanding sediaan konvensional karena lebih efisien
  4. Efek merugikan dari obat dapat ditekan karena berkurangnya frekuensi pemberian obat (tidak ada fluktuasi kadar obat dalam darah)
Kerugian sediaan oral lepas lambat :
  1. Biaya produksi lebih tinggi sehingga harga obat lebih mahal
  2. Kemungkinan terjadinya keracunan obat lebih besar dibandingkan sediaan konvensional. Hal ini disebabkan karena absorpsi obat yang diperlama kadang-kadang diikuti dengan eliminasi obat diperlambat.
  3. Jika sediaan gagal memberikan pelepasan diperlambat, maka konsentrasi toksik dari obat dapat terlampaui
  4. Ukuran tablet kemungkinan lebih besar. Hal ini menyulitkan terutama untuk pasien yang tidak daoat menelan obat
      Ciri-ciri obat pelepasan diperlambat ini (long acting work), adalah pada nama dagangnya ditandai dengan nama tambahan, seperti OD (once a day),  CR (Controlled Release), SR (Slow Release).





  
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Anatomi Dan Fisiologi




Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
A.    Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.
B. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan
C. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung.
D. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai.
Terdiri dari 3 bagian yaitu
1.      Kardia.
2.      Fundus.
3.      Antrum.
E. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
F. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, "buta") dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar
G.  Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
H.  Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar - BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
I.  Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).
J. Hati
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan.
K. Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:
1.   Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
2. Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.


B. Vaskularisasi  Lintasan Penyerapan
1. mulut
a. vaskularisasi darah
vaskularisasi daerah lidah terutama dilakukan oleh arterial lingualis dan anteria facialis  yang merupakan cabang arteria carotis.
Pembuluh nadi balik terdiri atas :
1. Vena vacialis dan kolateralnya
2. Vena lingualis, terutama vena raninus.
Vena-vena tersebut membentuk vena besar dan masuk ke vena jubularis interna.
Lingkungan palatum mendapat darah dari arteri maksilaris interna. Sedangkan vena maksilaris bertanggung jawab terhadap pembuluh darah balik yang bermuara di vena jubularis interna.
Darah vena dari daerah mulut mengalir ke jantung dan selanjutnya mengalir ke organ-organ tubuh lainnya dan kemudian memasuki hati. Jadi semua zat aktif yang diserap pada jalur ini tidak segera mengalami metabolisme hepatik yang dapat berakibat inaktivasi sebelum diedarkan keseluruh tubuh atau yang kita kenal sebagai ”efek lintasan pertama hepatik”.
b. Vaskularisasi getah bening
            pembuluh getah bening berasal dari seluruh bagian mulut. Pembuluh ini dapat mencapai limfonoduli yang sangat tersebar dan dengan demikian membantu penyerapan dan pembagian zat aktif tertentu.



2. Lambung
a. Vaskularisasi Darah.
            Debit  darah pada lambung adalah 250 ml/menit (13) pembuluh darah arteri yang mengalir ke lambung berasal dari arteria coeliaca yang mengikuti dua lekukan lambung. Sejalan dengan vena, darah arteri tersebut menuju hati dengan perantaraan vena porta, sehingga dengan demikian  darah akan melewati lambung. Jadi zat aktif yang diserap dilambung akan melewati hati lalu metabolism dan hal ini sering menyebabkan ketidak aftifan obat (efek lintasan hepar pertama)
b. Vaskularisasi getah bening
            Pembuluh getah bening pada saluran cerna berasal dari jaringan sub-mukosa. Pembuluh tersebut berkumpul lagi dalam limfonoduli disekitar pembulu arteri besar dan dalam simpul yang lebih kecil didekat collateral.
3. Usus halus
a. Vaskularisasi darah
            Jumlah aliran darah pada usus halus sekitar 900 ml/menit. Puasa memperlambat aliran darah, hal yang sama terjadi bila zat aktif merupakan vasokonstriktor. Pengurangan jumlah aliran darah menyababkan penurunan penyerapan karena adanya perubahan konsentrasi dikedua sisi membran biologi dan selanjutnya terjadi hambatan transpor aktif karena pengurangan kandungan oksigen.
            Usus halus mendapatkan aliran darah dari pembuluh nadi (arteri) yang berasal dari ketiga cabang aorta abdominal dan kolateralnya.
            Pembuluh nadi organ saluran cerna saling tersusun seperti atap lengkung membentuk satu anyaman yang sejajar dengan dinding usus. Dari lengkungan tersebut keluar pembuluh-pembuluh pendek yang akan saling berhubungan satu dan lainnya dibawah mukosa. Pembuluh nadi balik (vena) berada pada lintasan yang kurang lebih sama dengan pembuluh nadi.
            Kapiler vena yang terutama keluar dari jonjot-jonjot usus saling berhubungan dan dari tempat itu keluar pembuluh yang pendek menyebar dalam ”atap” pembuluh halus. Selanjutnya mengalir menuju vena ileaca dan vena jejunalis dan bersatu dengan vena mesenterica superior lalu menuju vena porta.
            Jadi semua darah vena yang mengalir dari usus mengumpul pada vena porta seperti saat mengalir dari lambung. Jadi zat aktif yang diberikan melalui mulut, penyerapannya pasti akan melewati hati (lintasan pertama hepatik) dan mengalami perubahan.
b. Vaskularisasi getah bening
            Setiap jonjot usus mempunyai central lucteal. Gerakan jonjot-jonjot tersebut mencerminkan kandungan pembuluh getah bening yang menuju kanal yang menyatu. Seperti yang kita ketahui ada dua jaringan pembuluh getah bening yaitu yang terdapat di submukosa dan sub serosa. Pembuluh getah bening tersebut mengaliri usus halus dalam gangglion satelit dari arteria mesentericae dan selanjutnya bergabung dengan cesterna pecquet dan ductus thoracicus lalu mengalirkan isisnya kedalam vena sub klavia sinistra dan selanjutnya kedalam vena cava superior.
            Luasnya permukaan vena kapiler dan chilefere, terutama pada vili intestinalis, menjelaskan peranannya pada penyerapan melalui usus. Usus halus mempunyai struktur anatomi yang menunjang penyerapan tersebut.
4. Usus besar (Kolon)
a. Vaskularisasi darah
            Usus besar mendapatkan aliran darah dari arteria mesentericum superior dan interior.
            Pembuluh darah balik pada usus besar adalah :
    1. Vena mesentericum superior yang mengalir darah dari caecum dan usus besar sebelah kanan.
    2. Vena mesentericum interior yang mengalirkan darah dari sigmoid atau signoida.
    3. Bila akan dirancang suatu obat per oral dengan penyerapan efektif pada saluran cerna, maka harus dipertimbangkan kemungkinan lewatnya obat melalui hati dan akibat-akibat yang telah ditimbulkan.
b. Vaskularisasi getah bening
            Seperti pada semua saluran cerna, terdapat dua rangkaian pembuluh getah bening yaitu submukosa dan sub serosa. Jaringan ini dikeluarkan oleh limfonoduli coeliaca submukosa. Disamping kanan terdapat ileocoeliaca yang sangat penting.
C. Persarafan
            Pengeluaran empedu akan diransang oleh sistem saraf otonom, sehingga semua gangguan terhadap saraf dapat berpengaruh pada pengeluaran empedu. Jadi transit usus yang sangat cepat akan mengacau kesempurnaan penyerapan zat aktif tertentu yang terionkan atau yang penyerapannya terjadi dengan cara aktif.
D. Faktor Yang Mempengaruhi LDA Sediaan Obat Lepas Lambat
1. Fisiologi
a. Lambung
Lambung merupakan suatu organ pencampur dan pensekresi di mana makanan dicampur dengan cairan cerna dan secara periodik dikosongkan ke dalam usus halus. Akan tetapi gerakan makanan dan produk obat dalam lambung dan usus halus sangat berbeda tergantung pada keadaan fisiologik. Dengan adanya makanan lambung melakukan fase “digestive” dan tanpa adanya makanan lambung melakukan fase “interdigestive”. Selama fase digestive partikel – pertikel makanan atau partikel – partikel padat yang lebih besar dari 2 mm ditahan dalam lambung, sedangkan partikel – partikel yang lebih kecil dikosongkan melalui sphincter pilorik pada suatu laju order kesatu yang tergantung pada isi dan ukuran dari makanan. Selama fase interdigestive lambung istirahat selama 30 – 40 menit sesuai dengan waktu istirahat yang sama dalam usus halus. Kemudian terjadi kontraksi peristaltik, yang diakhiri dengan housekeeper contraction. Suatu obat dapat tinggal dalam lambung selama beberapa jam jika diberikan selama fase digestive, bahan – bahan berlemak, makanan dan osmolitas dapat memperpanjang waktu tinggal dalam lambung. Di samping itu, bila obat diberikan selama fase interdigestive, obat berpindah secara cepat ke dalam usus halus. Pelarutan obat dalam lambung juga dapat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya makanan. Harga normal pH lambung pada istirahat adalah 1, bila ada makanan pH sering naik menjadi 3 – 5 disebabkan adanya pendaparan bahan makanan. Suatu obat diuji secara In Vitro dengan Hcl 0,1 N melepaskan obat pada laju order nol, dapat tidak melepaskan obat pada lajuyang sama pada pH 3 – 5. Akhir-akhir ini didapat bahwa obat Theo-24 dengan adanya makanan melepaskan obat pada laju yang lebih tinggi. Apakah hal ini ada kaitannya dengan perubahan laju pengosongan lambung atau interaksi obat-makanan adalah tidak diketahui. Waktu tinggal dalam lambung yang lebih panjang, obat dapat terkena pengadukan yang lebih kuat dalam lingkungan asam. Lambung digambarkan sebagai organ yang mempunyai aksi “jet mixing” yang mendorong campuran pilorik yang menyebabkan “sphincter” pilorik membuka dan secara periodic melepaskan khimus ke usus halus.
b. Usus Halus
Panjang usus halus sekitar 10-14 kaki. Bagian pertama steril, sedangkan bagian akhir yang menghubungkan “cecum” mangandung beberapa bakteri. Bagian proksimal dari usus halus mempunyai pH sekitar 6 sehubungan dengan netralisais asam dengan bikarbonat yang disekresi oleh duodenum ddan pankreas. Dengan adanya mikrovili usus halus memberi suatu luas permukaan yang sangat besar untuk absorbsi obat. Waktu transit dalam usus halus suatu sediaan padat dari 95% populasi disimpulkan sekitar 3 jam atau kurang. Waktu transit untuk makanan dari mulut ke “cecum” (bagian permulaan dari usus besar) telah ditinjau kembali oleh pengarang yang sama. Untuk memperkirakan waktu transit, berbagai penelitian telah dilakukan dengan menggunakan uji lactulose hidrogen yang mengukur penampakan hidrogen dalam nafas penderita (laktulosa dimetabolisme secara cepat oleh bakteri – bakteri didalam usus besar yang menghasilkan hidrogen yang secara normal tidak terdapat dalam pernapasan orang). Hal ini sesuai bahwa waktu transit G1 yang relatif pendek dari mulut ke cecum yaitu 4 – 2,6 jam. Jarak ini disimpulkan terlalu pendek untuk sedian sustained release yang bekerja sampai 12 jam, kecuali kalau obat untuk diabsorbsi dalam kolon. Kolon mempunyai sedikit cairan dan bakteri yang berlimpah yang dapat membuat absorbsi obat tidak menentu dan tidak sempurna.waktu transit untuk pellet telah diteliti dalam bentuk disentegrasi yang keduanya menggunakan bahan radiopaq tidak larut dan terlarut. Sebagian besar pellet yang tidak larut dilepaskan dari kapsul setelah 15 menit . Pada waktu  3 jam terlihat pellet-pellet  tersebar dalam lambung dan sepanjang usus halus. Pada waktu 12 jam seluruh pellet berada pada kolon ascending dan setelah 24 jam berada pada kolon descending yang siap memasuki rektum. Pada pellet bentuk disintegrasi, terdapat penyebaran pellet yang lebih banyak sepanjang saluran GI. Laju disintegrasi in vivo dari pellet-pelet juga sangat bervariasi.
c.             Usus Besar
Panjang usus besar sekitar 4-5 kaki, yang terdiri atas “cecum”, kolon “ascending” dan kolon “descending” yang berakhir dengan rectum. Dalam kolon ada sedikit cairan dan transit obat diperlambat, absorbsi obat dalam daerah ini tidak banyak diketahui, meskipun obat tak terabsorbsi yang mencapai daerah ini dapat dimetabolisme oleh bakteri. Antibiotik yang diabsorbsi tidak sempurna dapat mempengaruhi flora normal bakteri. Rectum mempunyai pH sekitar 6,8-7,0 dan mengandung lebih banyak cairan. Obat – obat diabsorbsi cepat bila diberikan dalam sediaan rektal. Tetapi laju transit dipengaruhi oleh kecepatan defekasi. Mungkin obat – obat yang diformulasi untuk 24 jam akan tinggal dalam daerah ini untuk diabsorbsi.      Ada sejumlah produk sustained release yang diformulasi untuk memperoleh keuntungan dari kondisi fisiologis saluran GI. Butir – butir salut enterik telah terbukti melepaskan obat lebih 8 jam bila digunakan bersama – sama makanan, sehubungan dengan pengosongan butir – butir salut enterik berangsur – angsur ke dalam usus halus. Formulasi khusus floating tabletyang tetap tinggal di bagian atas lambung telah digunakan untuk memperpankang waktu tinggal obat dalam lambung. Untuk pengobatan yang manjur, tidak satupun metode ini memberikan keterandalan yang cukup konsisten. Penelitian eksperimental yang lebih banyak dalam bidang ini masih diperlukan.
2. Sifat fisikokimia
·         Ukuran dosis
            Jika dosis oral > 0.5 g, maka obat tsb bukan merupakan kandidat yang baik    untuk dibuat sediaan lepas lambat karena ukuran produk akan sangat besar.



·         Kelarutan dalam air
            Obat yang sangat mudah  larut dalam air sangat tidak sesuai untuk sediaan lepas lambat sedangkan obat yang sangat sukar larut air akan sulit dimasukkan ke dalam sistem lepas lambat. Batas bawah kelarutan obat  adalah 0.1 mg/ml.
·         Koefisien partisi
   Obat yang sangat lipofilik atau hidrofilik  ( koefisien partisinya sangat ekstrim) akan memberikan fluks ke dalam jaringan sangat lambat atau sangat cepat (yang selanjutnya terjadi penumpukan obat dalam jaringan) merupakan golongan obat yang tidak sesuai untuk lepas lambat.
·         Stabilitas obat
            Obat yang tidak stabil dalam GI akan menyulitkan jika dibuat lepas lambat     karena obat tersebut harus berada dalam GI pada waktu cukup lama.
3. Sifat Biologi
·         Absorpsi
            Obat yang absorpsinya lambat atau diabsorpsi dengan kecepatan absorpsi yang bervariasi merupakan kandidat yang kurang baik untuk sediaan lepas lambat. Untuk sediaan lepas lambat oral, batas bawahtetapan kecepatan reaksi adalah 0.25/jam dengan anggapan waktu transit dalam GI 10 -12 jam).
·         Distribusi
            Obat dengan volume distribusi nyata tinggi, yang selanjutnya mempengaruhi kecepatan eliminasi obat, merupakan kandidat yang kurang baik untuk sediaan lepas lambat.
·         Metabolisme
              Sistem lepas lambat yang dimetabolisme selama kecepatan metabolisme    merupakan golongan yang tidak sesuai untuk sediaan lepas lambat
·         Lama aksi
             Waktu paruh biologi (lama aksi obat) merupakan faktor utama yang harus dipertimbangkan jika akan merancang sediaan lepas lambat. Obat dengan waktu    paruh panjang (> 12 jam) dan dosis efektif besar atau waktu paruh pendek (< 1     jam) tidak sesuai untuk sediaan lepas lambat.
·         Terapetik
    Obat dengan rentang terapetik pendek memerlukan kontrol dosis dalam darah    tepat tidak sesuai untuk sediaan lepas lambat, karena berisiko tinggi terjadinya efek toksik.
E. Evaluasi Biofarmaseutik Sediaan Oral Lepas Lambat
  • Evaluasi Sediaan Oral dengan Pelepasan Terkendali
            Langkah pertama adalah  mengetahui apakah  sediaan dengan pelepasan zat aktif  yang terkendali telah terbukti.
            Dengan pengenalan sifat  fisiko-kimia zat aktif dapat diperkirakan  efek farmakologi  dan farmakokinetiknya paling tidak harus diketahui berikut ini :
-                                  Kelarutan zat aktif berbagai  pH
-                      Biologik  t ½
-                      Kemungkinan penyerapan pada bagian saluran cerna tertentu
-                      Bagian saluran cerna yang merupakan tempat penyerapan optimum
-                      Ketersediaan hayati absolute sediaan oral
-                      Hubungan  antara konsentrasi zat aktif  dalam darah dan efek  terapetik.
Langkah kedua adalah mendapatkan parameter farmakokinetik yang diperlikan  untuk menghitung jumlah  obat yang diberiikan pada tahap awal daripada tahap pelepasan terkendali. Dari data yang diperolehb setelah  pemberian larutan oral secara intravena atau per oral, maka dapat data dihitung maka dapat dihitung tetapan laju penyerapan Ka, tetapan laju peniadaan Ked an waktu paruh t biologik, waktu untuk mencapai puncak dan intensitas puncak plasmatic  sebagai fungsi  dosis yang diberikan. Dari data klinik dapat diketahui konsentrasi terapeutik yang diperlukan dan yang harus bertahan selama 10 -12 jam (pada kondisi normal sehingga dapat diketahui hububgan antara kadar dalam darah dan aktifitas terapeutik).
Langkah ke tiga adalah pemilihan bentuk sediaan yang sesuai dengan pelepasan terkendali yang optimum. Setiap bentuk sediaan berbeda harus diuji pelepasan zat aktif invitro dan invivo.
Langkah ke 4 adalah menetapkan laju pelepasan zat aktif dari sediaan. Dengan demikian perubahan pemakaian zat tambahan atau cara pembuatan sediaan akan disesuaikan dengan skema pelepasan terhadap laju pelepasan yang dikehendaki.
Langkah terakhir adalah melakukan uji klinik untuk membuktikan  kesahian bentuk sediaan.
Selain itu pada uji stabilitas perlu dibuktikan bahwa penyimpanan sediaan tidak menyebabkan perubahan skema pelepasan.




BAB III
KESIMPULAN
      Sediaan oral lepas lambat adalah sediaan oral  yang dirancang untuk memberikan aktivitas terapetik diperlama dengan cara pelepasan obat secara terus-menerus selama periode tertentu dalam sekali pemberian .
            Tujuan utama dari suatu produk obat pelepasan terkendali adalah untuk mencapai suatu efek terapetik yang diperpanjang yang disamping memperkecil efek samping yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh fluktuasi kadar obat dalam plasma.
Karakter obat yang cocok untuk extended release
·         Kecepatan Absorpsi/ekskresi tidak terlalu cepat atau terlalu lambat
·          Dapat diabsorbsi secara seragam di saluran cerna
·         Dosis yang diperlukan relatif kecil
·         Mempunyai index keamanan terapi yang bagus
·          Tidak untuk obat yang memerlukan dosis spesifik per individu
·         Digunakan untuk terapi penyakit kronis bukan akut



DAFTAR PUSTAKA


AIACHE, J.M. et all : Soeratri, Widji. 1982, “Farmasetika 2 Biofarmasi”. Airlangga University Press.

http//nealsarea, anatomi dan fisiologi.com//. ( diakses tanggal 25 maret 2013, 15.00)

http//nyomanvalida, dkk, pelepasan zat aktif obat.com// (diakses tanggal 25 maret 2013, 15.00)








-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Robby Prama Yudha
150 2010 182

Tidak ada komentar:

Posting Komentar