Senin, 15 April 2013

VALIDASI


BAB I 

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Kimia analisis merupakan ilmu teoritis dan terapan yang telah dipraktekkan di hampir semua laboratorium.Metode-metode analisis secara rutin dikembangkan ,divalidasi,dikaji secara bersama-sama dan diaplikasikan. Komplikasi metode-metode analisis muncul di sejumlah kompedia seperti Farmakope Indonesia,USP (United States Pharcopeia),AOAC (Association Of Official Analitycal Chemist), dan sebagainya.

Istilah Validasi pertama kali dicetuskan oleh Dr. Bernard T. Loftus, Direktur Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat pada akhir tahun 1970-an, sebagai bagian penting dari upaya untuk meningkatkan mutu produk industri farmasi.Hal ini dilatar belakangi adanya berbagai masalah mutu yang timbul pada saat itu yang mana masalah-masalah tersebut tidak terdeteksi dari pengujian rutin yang dilaksanakan oleh industri farmasi yang bersangkutan.Selanjutnya, Validasi juga diadopsi oleh negara-negara yang tergabung dalam the Pharmaceutical Inspection Co-operation/Scheme (PIC/S), Uni Eropa (EU) dan World Health Organization (WHO).Bahkan, Validasi merupakan aspek kritis (substantial aspect) dalam penilaian kualitas industri farmasi yang bersangkutan.

B. Rumusan Masalah
Permasalahan disini adanya berbagai masalah mutu yang timbul yang mana masalah-masalah tersebut tidak terdeteksi dengan pengerjaan rutin yang dilaksanakan oleh industri farmasi yang bersangkutan.

C. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuannya adalah sebagai berikut :
1. Validasi metode analisis bertujuan untuk memastikan dan mengkonfirmasi bahwa metode analisis tersebut sudah sesuai untuk peruntukannya.
2. Untuk menghasilkan hasil analisis yang paling baik


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


Validasi metode menurut USP dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis bersifat  akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analitik yang akan dianalisis. Secara singkat validasi merupakan aksi konfirmasi bahwa metode analisis yang akan digunakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan (Rahman Abdul, 2009).

Definisi validasi menurut SK Menkes RI No. 43/MENKES/SK/1998, tentang CPOB adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa bahan, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme dalam produksi dan pengawasan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan (Anonim, 2007).

Validasi biasanya diperuntukkan untuk metode analisa yang baru dibuat dan dikembangkan. Sedangkan untuk metode yang memang telah tersedia dan baku (misal dari AOAC, ASTM, dan lainnya), namun metode tersebut baru pertama kali akan digunakan di laboratorium tertentu, biasanya tidak perlu dilakukan validasi, namun hanya verifikasi. Tahapan verifikasi mirip dengan validasi hanya saja parameter yang dilakukan tidak selengkap validasi (Riyadi Wahyu , 2009).

Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan ferifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis karenanya suatu metode harus divalidasi ketika (Rahman Abdul, 2009) :
1. Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu.
2. Metode yang sudah baku direvisi untuk menyusuaikan perkembangan atau ketika munculnya suatu problem yang mengarah bahwa metode baku tersebut harus direvisis.
3. Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah seiring berjalannya waktu.
4. Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antara 2 metode.

A. Proses validasi
Proses validasi merupakan suatu proses yang terdiri atas paling tidak 4 langkah nyata yaitu (Gholib, Ibnu. 2008) :
1. Validasi perangkat lunak (Software validation)
2. Validasi perangkat keras / instrument (instrumen/hardware falidation)
3. Validasi metode
4. Kesesuaian system (system suitability)

Proses validasi dimulai dengan perangkat lunak yang tervalidasi dan system yang terjamin, lalu metode yang divalidasi menggunakan system yang terjamin dikembangkan. Akhirnya validasi total diperoleh dengan melakukan kesesuaian system. Masing-masing tahap dalam proses validasi ini merupakan suatu proses yang secara keseluruhan bertujuan untuk mencapai kesuksesan validasi (Gholib, Ibnu. 2008).  

Ada beberapa alasan valid untuk mengembangkan suatu metode analisis baru, yaitu (Gholib, Ibnu. 2008) :
a. Tidak ada metode yang sesuai untuk analit tertentu dalam matriks sampel tertentu.
b. Metode yang ada terlalu banyak menimbulkan kesalahan atau metode yang sudah atau tidak reliabel ( presisi dan akurasinya rendah).
c. Metode yang sudah ada terlalu mahal, membutuhkan waktu banyak, membutuhkan banyak energi, atau tidak dapat diotomatisasikan.
d. Metode yang telah ada tidak memberikan sensivitas atau spesifitas yang mencukupi pada sampel yang dituju.
e. Instrumentasi dan tehnik yang lebih baru memberikan kesempatan untuk meningkatkan kinerja metode tersebut, yang meliputi peningkatan identifikasi analit, peningkatan batas deteksi, serta akurasi dan presisi yang lebih baik.
f. Ada suatu kebutuhan untuk mengembangkan metode alternatif baik untuk alasan legal atau alasan saintifik.

Tata cara atau metode pembuktian tersebut harus dengan “cara yang sesuai”, artinya proses pembuktian tersebut ada tata cara atau metodenya. “Obyek” pembuktian adalah tiap-tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan mutu (ruang lingkup).

Sasaran/target dari pelaksanaan validasi ini adalah bahwa seluruh obyek pengujian tersebut akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara terus menerus (konsisten).

B. Parameter validasi
Menurut USP ada 8 langkah dalam validasi metode analisis sebagaimana sebagai berikut (Rahman Abdul, 2009) :

Sementara itu, ICH membagi karakteristik validasi metode yang sedikit berbeda berbeda dengan USP sebagaimana sebagai berikut (Rahman Abdul, 2009) :

1. Ketepatan (akurasi)
Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau ketepatan antara nilai tertukur dengan nilai yang diterima baik nilai konfensi nilai sebenarnya atau nilai rujukan akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel. Untuk pengujian senyawa obat, akurasi diperoleh dengan membandingkan hasil pengukuran dengan bahan rujukan standar (Standard reference material, SRM) .

Untuk mendokumentasikan akurasi, ICH merekomendasikan kumpulan data dari sembilan kali penetapa kadar dengan tiga konsentrasi yang berbeda (misalnya tiga kosetrasi dengan tiga kali replikasi) data harus dilaporkan sebagai persentase perolehan kembali

2. Presisi
Presisi merupaka ukuran kedekatan antara serangkaian hasil analisis yang diperoleh dari beberapa kali pemgukuran pada sampel homogeny yang sama. Presisi biasanya dilakukan pada tiga tingkatan yang berbeda yaitu:
a. Keterulangan (repetibility) yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang sama (berlang) baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.
b. Presisi antara (intermediate precision) yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang berbeda, baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.
c. Ketertiruan (reproduksibility) merujuk pada hasil-hasil dari laboratorium yang lain.

3. Spesifisitas
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Atau sering juga diartikan spesifisitas adalah kemampuan untuk mengukur yang dituju secara tepat dan spesifik dengan adaya komponen-komponen lain dengan matriks sampel seperti ketidak murnian produk degradasi dan kompoen matriks.

Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan.

ICH membagi spesifisitas dalam dua ategori yakni uji identifikasi dan uji kemurnian atau pengukuran. Untuk tujuan identifikasi, spesifisitas ditunjukkan dengan suatu metode analisis untuk membedakan antar senyawa yang mempunyai struktur molekul yang hampir sama. Untuk tujuan uji kemurnian dan tujuan pengukuran kadar spesifsitas ditunjjukkan oleh daya pisah dua senyawa yang berdekatan. Senyawa-senyawa tersebut biasanya adalah komponen utama atau komponen aktif dan atau suatu pengotor.

Penentuan spesifisitas metode dapat diperoleh dengan dua jalan yang pertama adalah dengan melakukanoptimasi sehingga diperoleh senyawa yang dituju terpisah secara sempurna dari senyawa-senyawa lain (pada solusi senyawa yang dituju > dua). Cara kedua untuk memperoleh spesifisitas adalah dengan meggunakan detektif selektif, terutama untuk senyawa-senyawa yang terelusi secara bersama-sama. Sebagai cotoh detector elektro kimia atau detector fluoresen hanya akan mendeteksi senyawa tertetu, sementara senya yang lainnya tidak terdeteksi.

Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi.

Penyimpangan hasil jika ada merupakan selisih dari hasil uji keduanya. Jika cemaran dan hasil urai tidak dapat diidentifikasi atau tidak dapat diperoleh, maka selektivitas dapat ditunjukkan dengan cara menganalisis sampel yang mengandung cemaran atau hasil uji urai dengan metode yang hendak diuji lalu dibandingkan dengan metode lain untuk pengujian kemurnian seperti kromatografi, analisis kelarutan fase, dan Differential Scanning Calorimetry. Derajat kesesuaian kedua hasil analisis tersebut merupakan ukuran selektivitas.Pada metode analisis yang melibatkan kromatografi, selektivitas ditentukan melalui perhitungan daya resolusinya (Rs).

4. Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of Quatification)
Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko.Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Riyadi Wahyu , 2009).

Batas deteksi didefenisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan (Rahman Abdul, 2009).

5. Linearitas dan Rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis memberikan respon proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel.Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima.

6. Kisaran  
Kisaran suatu metode didefinisikan konsentrasi terndah dan tertinggi yang mana suatu metode analisis menunjukkan akurasi presisi dan linearitas yang mencukupi. Kisaran-kisaran konsentrasi yang diuji tergantung pada jenis metode dan kegunaannya untuk pengujian komponen utama (mayor ) maka konsentrasi baku harus diukur didekat atau sama dengan konsentrasi kandungan analit yang diharapkan.

7. Kekasaran (Ruggudness)
Kekasaran merupakan tingkat Reprodusibilitas hal yang diperoleh dibawah kondisi yang bermacam-macam yang diekspresikan sebagai larutan kadar deviasi relaitv (persend) kondisi-kondisi ini laboratorium analisis alat reagen dan waktu percobaan yang berbeda.  
Kekasaran metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dll. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji.Ketangguhan metode merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antara lab dan antar analis.

8. Kekuatan (Robustness)
Ketahahn merupakan kapasitas metode analisis untuk tetap tidak trerpengaruh oleh adanya variasi parameter metode yang kecil.

9. Uji kesesuaian system
Sebelum melakukan analisis setiap hari seorang analis harus memastikan bahwa system dan prosedur yang digunakan harus mampu memberikan data yang dapat diterima.

C. Pendekatan Validasi Metode

Ada beberapa pendekatan untuk melakukan validasi metode yaitu (Gholib, Ibnu. 2008) :
a. Metode speaking buta nol ( zero blind speaking)
Pendekatan metode speaking buta nol ini melibatkan analisis tunggal menggunakan suatu metode yang akan divalidasi untuk melakukan analisis suatu sampel yang mengandung level analit tertentu yang sudah diketahui, untuk dapat didemonstrasikan perolehan kembalinya, presisinya, dan akurasinya. Secara umum, pendekatan ini cepat, sederhana, dan berguna.Akan tetapi rentang terjadi hasil yuang subyektif.
b. Metode spiking buta tunggal ( single blind speaking)
Pendekatan metode speaking buta tunggal ini melibatkan satu analis yang menyiapkan sampel pada konsentrasi yang bervariasi yang tidak diketahui konsentrasinya untuk diberikan pada analis kedua yang juga melakukan analisis sampel.Hasil analisis ke dua, analis ini selanjutnya dikumpulkan dan dibandingkan.

c. Metode Spiking buta ganda ( double blind speaking )
Pendekatan metode speaking buta ganda ini melibatkan tiga analis. Analis pertama menyiapkan sampel pada konsentrasi yang diketahui, analis kedua melakukan analisis sampel,dan analis ketiga membandingkan kedua data yang dihasilkan oleh kedua analis.

d. Metode pendekatan kolaburatif antar laboratorium
Uji banding antar laboratorium mungkin merupakan prosedur yang paling diterima untuk melakukan validasi metode analisis ekatan ini pendekatan ini sangat mahal dan membutuhkan waktu yang lebih lama bahkan sampai tahunan sehingga metode ini jarang digunakan.

e. Metode pendekatan membandingkan metode baru yang diterima.
Membandingkan metode analisis yang akan divalidasi dengan metode analisis yang sudah ada yang telah diterima merupakan suatu pendekatan lain untuk mengembangkan metode analisis. Adanya kesesuaian hasil antara metode baru dengan metode yang telah ada mengarahkan bahwa metode baru tersebut, sebaliknya ketidak sesuaian hasil antara metode baru dengan metode yang telah ada merupakan masalah yang telah ada untuk menjadikan metode baru dapat diterima dan digunakan.



BAB III

PENUTUP


A. Kesimpulan

Validasi metode menurut USP dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis bersifat akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analitik yang akan dianalisis. Secara singkat validasi merupakan aksi konfirmasi bahwa metode analisis yang akan digunakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Parameter validasi terdiri dari beberapa langkah yaitu :
1. Presisi
2. Akurasi
3. Batas deteksi
4. Batas kuantifikasi
5. Spesifikasi
6. Linieritas
7. Kekasaran
8. Ketahanan

B. Saran

Untuk metode analisis yang baru dibuat dan dikembangkan sebaiknya divalidasi terlebih dahulu untuk memastikan dan mengkonfirmasi bahwa metode analisis tersebut sudah sesuai untuk peruntukannya.



DAFTAR PUSTAKA




Gholib, Ibnu. 2008. Kimia Analisis Farmasi. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

http://www.Chem-Is-Try.Org/ | Situs Kimia Indonesia |. All rights Artikel ini termasuk kategori: Kimia Analisis Ditulis oleh Wahyu Riyadi pada 24-03-2009.

http://www.Blogger/ templateWerd by Ourblogtemplates.com 2009.

Rahman, Abdul. 2009. “Kromatografi Untuk Analisis Obat. Graha Ilmu. Yogyakarta.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar