PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kimia analisis merupakan ilmu teoritis dan terapan yang telah dipraktekkan di hampir semua laboratorium.Metode-metode analisis secara rutin dikembangkan ,divalidasi,dikaji secara bersama-sama dan diaplikasikan. Komplikasi metode-metode analisis muncul di sejumlah kompedia seperti Farmakope Indonesia,USP (United States Pharcopeia),AOAC (Association Of Official Analitycal Chemist), dan sebagainya.
Istilah Validasi pertama kali dicetuskan oleh Dr. Bernard T. Loftus,
Direktur Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat pada akhir tahun
1970-an, sebagai bagian penting dari upaya untuk meningkatkan mutu produk
industri farmasi.Hal ini dilatar belakangi adanya berbagai masalah mutu yang
timbul pada saat itu yang mana masalah-masalah tersebut tidak terdeteksi dari
pengujian rutin yang dilaksanakan oleh industri farmasi yang bersangkutan.Selanjutnya,
Validasi juga diadopsi oleh negara-negara yang tergabung dalam the
Pharmaceutical Inspection Co-operation/Scheme (PIC/S), Uni Eropa (EU) dan World
Health Organization (WHO).Bahkan, Validasi merupakan aspek kritis (substantial
aspect) dalam penilaian kualitas industri farmasi yang bersangkutan.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan disini adanya berbagai masalah mutu yang timbul yang mana
masalah-masalah tersebut tidak terdeteksi dengan pengerjaan rutin yang
dilaksanakan oleh industri farmasi yang bersangkutan.
C. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuannya adalah sebagai berikut :
1. Validasi metode analisis bertujuan untuk memastikan dan mengkonfirmasi
bahwa metode analisis tersebut sudah sesuai untuk peruntukannya.
2. Untuk menghasilkan hasil analisis yang paling baik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Validasi metode menurut USP dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis bersifat akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analitik yang akan dianalisis. Secara singkat validasi merupakan aksi konfirmasi bahwa metode analisis yang akan digunakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan (Rahman Abdul, 2009).
Definisi validasi menurut SK Menkes RI No. 43/MENKES/SK/1998, tentang CPOB
adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa bahan, prosedur,
kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme dalam produksi dan pengawasan
senantiasa mencapai hasil yang diinginkan (Anonim, 2007).
Validasi biasanya diperuntukkan untuk metode analisa yang baru dibuat dan
dikembangkan. Sedangkan untuk metode yang memang telah tersedia dan baku (misal
dari AOAC, ASTM, dan lainnya), namun metode tersebut baru pertama kali akan
digunakan di laboratorium tertentu, biasanya tidak perlu dilakukan validasi,
namun hanya verifikasi. Tahapan verifikasi mirip dengan validasi hanya saja
parameter yang dilakukan tidak selengkap validasi (Riyadi Wahyu , 2009).
Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan ferifikasi bahwa
parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis
karenanya suatu metode harus divalidasi ketika (Rahman Abdul, 2009) :
1. Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu.
2. Metode yang sudah baku direvisi untuk menyusuaikan perkembangan atau
ketika munculnya suatu problem yang mengarah bahwa metode baku tersebut harus
direvisis.
3. Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah
seiring berjalannya waktu.
4. Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antara 2 metode.
A. Proses validasi
Proses validasi merupakan suatu proses yang terdiri atas paling tidak 4
langkah nyata yaitu (Gholib, Ibnu. 2008) :
1. Validasi perangkat lunak (Software validation)
2. Validasi perangkat keras / instrument (instrumen/hardware falidation)
3. Validasi metode
4. Kesesuaian system (system suitability)
Proses validasi dimulai dengan perangkat lunak yang tervalidasi dan system
yang terjamin, lalu metode yang divalidasi menggunakan system yang terjamin
dikembangkan. Akhirnya validasi total diperoleh dengan melakukan kesesuaian
system. Masing-masing tahap dalam proses validasi ini merupakan suatu proses
yang secara keseluruhan bertujuan untuk mencapai kesuksesan validasi (Gholib,
Ibnu. 2008).
Ada beberapa alasan valid untuk mengembangkan suatu metode analisis baru,
yaitu (Gholib, Ibnu. 2008) :
a. Tidak ada metode yang sesuai untuk analit tertentu dalam matriks sampel
tertentu.
b. Metode yang ada terlalu banyak menimbulkan kesalahan atau metode yang
sudah atau tidak reliabel ( presisi dan akurasinya rendah).
c. Metode yang sudah ada terlalu mahal, membutuhkan waktu banyak,
membutuhkan banyak energi, atau tidak dapat diotomatisasikan.
d. Metode yang telah ada tidak memberikan sensivitas atau spesifitas yang
mencukupi pada sampel yang dituju.
e. Instrumentasi dan tehnik yang lebih baru memberikan kesempatan untuk
meningkatkan kinerja metode tersebut, yang meliputi peningkatan identifikasi
analit, peningkatan batas deteksi, serta akurasi dan presisi yang lebih baik.
f. Ada suatu kebutuhan untuk mengembangkan metode alternatif baik untuk
alasan legal atau alasan saintifik.
Tata cara atau metode pembuktian tersebut harus dengan “cara yang sesuai”,
artinya proses pembuktian tersebut ada tata cara atau metodenya. “Obyek”
pembuktian adalah tiap-tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem,
perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan mutu
(ruang lingkup).
Sasaran/target dari pelaksanaan validasi ini adalah bahwa seluruh obyek
pengujian tersebut akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara terus
menerus (konsisten).
B. Parameter validasi
Menurut USP ada 8 langkah dalam validasi metode analisis sebagaimana
sebagai berikut (Rahman Abdul, 2009) :
Sementara itu, ICH membagi karakteristik validasi metode yang sedikit berbeda berbeda dengan USP sebagaimana sebagai berikut (Rahman Abdul, 2009) :
1. Ketepatan (akurasi)
Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau ketepatan antara nilai
tertukur dengan nilai yang diterima baik nilai konfensi nilai sebenarnya atau
nilai rujukan akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali
pada suatu pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel. Untuk
pengujian senyawa obat, akurasi diperoleh dengan membandingkan hasil pengukuran
dengan bahan rujukan standar (Standard reference material, SRM) .
Untuk mendokumentasikan akurasi, ICH merekomendasikan kumpulan data dari
sembilan kali penetapa kadar dengan tiga konsentrasi yang berbeda (misalnya
tiga kosetrasi dengan tiga kali replikasi) data harus dilaporkan sebagai
persentase perolehan kembali
2. Presisi
Presisi merupaka ukuran kedekatan antara serangkaian hasil analisis yang
diperoleh dari beberapa kali pemgukuran pada sampel homogeny yang sama. Presisi
biasanya dilakukan pada tiga tingkatan yang berbeda yaitu:
a. Keterulangan (repetibility) yaitu ketepatan (precision) pada kondisi
percobaan yang sama (berlang) baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun
waktunya.
b. Presisi antara (intermediate precision) yaitu ketepatan (precision) pada
kondisi percobaan yang berbeda, baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun
waktunya.
c. Ketertiruan (reproduksibility) merujuk pada hasil-hasil dari
laboratorium yang lain.
3. Spesifisitas
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya
mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen
lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Atau sering juga diartikan
spesifisitas adalah kemampuan untuk mengukur yang dituju secara tepat dan
spesifik dengan adaya komponen-komponen lain dengan matriks sampel seperti
ketidak murnian produk degradasi dan kompoen matriks.
Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan
(degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan
yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing
lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung
bahan lain yang ditambahkan.
ICH membagi spesifisitas dalam dua ategori yakni uji identifikasi dan uji
kemurnian atau pengukuran. Untuk tujuan identifikasi, spesifisitas ditunjukkan
dengan suatu metode analisis untuk membedakan antar senyawa yang mempunyai
struktur molekul yang hampir sama. Untuk tujuan uji kemurnian dan tujuan
pengukuran kadar spesifsitas ditunjjukkan oleh daya pisah dua senyawa yang
berdekatan. Senyawa-senyawa tersebut biasanya adalah komponen utama atau
komponen aktif dan atau suatu pengotor.
Penentuan spesifisitas metode dapat diperoleh dengan dua jalan yang pertama
adalah dengan melakukanoptimasi sehingga diperoleh senyawa yang dituju terpisah
secara sempurna dari senyawa-senyawa lain (pada solusi senyawa yang dituju >
dua). Cara kedua untuk memperoleh spesifisitas adalah dengan meggunakan
detektif selektif, terutama untuk senyawa-senyawa yang terelusi secara
bersama-sama. Sebagai cotoh detector elektro kimia atau detector fluoresen
hanya akan mendeteksi senyawa tertetu, sementara senya yang lainnya tidak
terdeteksi.
Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan hasil analisis sampel
yang mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya
atau pembawa plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan
tadi.
Penyimpangan hasil jika ada merupakan selisih dari hasil uji keduanya. Jika
cemaran dan hasil urai tidak dapat diidentifikasi atau tidak dapat diperoleh,
maka selektivitas dapat ditunjukkan dengan cara menganalisis sampel yang
mengandung cemaran atau hasil uji urai dengan metode yang hendak diuji lalu
dibandingkan dengan metode lain untuk pengujian kemurnian seperti kromatografi,
analisis kelarutan fase, dan Differential Scanning Calorimetry. Derajat
kesesuaian kedua hasil analisis tersebut merupakan ukuran selektivitas.Pada
metode analisis yang melibatkan kromatografi, selektivitas ditentukan melalui
perhitungan daya resolusinya (Rs).
4. Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of
Quatification)
Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan
blangko.Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan
parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit
dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Riyadi
Wahyu , 2009).
Batas deteksi didefenisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam
sampel yang masih dapat dideteksi Batas deteksi merupakan parameter uji batas.
Batas kuantitasi merupakan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel
yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada
kondisi operasional metode yang digunakan (Rahman Abdul, 2009).
5. Linearitas dan Rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis memberikan respon proporsional
terhadap konsentrasi analit dalam sampel.Rentang metode adalah pernyataan batas
terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan
kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima.
6. Kisaran
Kisaran suatu metode didefinisikan konsentrasi terndah dan tertinggi yang
mana suatu metode analisis menunjukkan akurasi presisi dan linearitas yang
mencukupi. Kisaran-kisaran konsentrasi yang diuji tergantung pada jenis metode
dan kegunaannya untuk pengujian komponen utama (mayor ) maka konsentrasi baku
harus diukur didekat atau sama dengan konsentrasi kandungan analit yang
diharapkan.
7. Kekasaran (Ruggudness)
Kekasaran merupakan tingkat Reprodusibilitas hal yang diperoleh dibawah
kondisi yang bermacam-macam yang diekspresikan sebagai larutan kadar deviasi
relaitv (persend) kondisi-kondisi ini laboratorium analisis alat reagen dan
waktu percobaan yang berbeda.
Kekasaran metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari
analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti
laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda,
dll. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan
operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji.Ketangguhan metode merupakan
ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antara lab dan antar analis.
8. Kekuatan (Robustness)
Ketahahn merupakan kapasitas metode analisis untuk tetap tidak trerpengaruh
oleh adanya variasi parameter metode yang kecil.
9. Uji kesesuaian system
Sebelum melakukan analisis setiap hari seorang analis harus memastikan
bahwa system dan prosedur yang digunakan harus mampu memberikan data yang dapat
diterima.
C. Pendekatan Validasi Metode
Ada beberapa pendekatan untuk melakukan validasi metode yaitu (Gholib,
Ibnu. 2008) :
a. Metode speaking buta nol ( zero blind speaking)
Pendekatan metode speaking buta nol ini melibatkan analisis tunggal
menggunakan suatu metode yang akan divalidasi untuk melakukan analisis suatu
sampel yang mengandung level analit tertentu yang sudah diketahui, untuk dapat
didemonstrasikan perolehan kembalinya, presisinya, dan akurasinya. Secara umum,
pendekatan ini cepat, sederhana, dan berguna.Akan tetapi rentang terjadi hasil
yuang subyektif.
b. Metode spiking buta tunggal ( single blind speaking)
Pendekatan metode speaking buta tunggal ini melibatkan satu analis yang
menyiapkan sampel pada konsentrasi yang bervariasi yang tidak diketahui
konsentrasinya untuk diberikan pada analis kedua yang juga melakukan analisis
sampel.Hasil analisis ke dua, analis ini selanjutnya dikumpulkan dan
dibandingkan.
c. Metode Spiking buta ganda ( double blind speaking )
Pendekatan metode speaking buta ganda ini melibatkan tiga analis. Analis
pertama menyiapkan sampel pada konsentrasi yang diketahui, analis kedua
melakukan analisis sampel,dan analis ketiga membandingkan kedua data yang
dihasilkan oleh kedua analis.
d. Metode pendekatan kolaburatif antar laboratorium
Uji banding antar laboratorium mungkin merupakan prosedur yang paling
diterima untuk melakukan validasi metode analisis ekatan ini pendekatan ini
sangat mahal dan membutuhkan waktu yang lebih lama bahkan sampai tahunan
sehingga metode ini jarang digunakan.
e. Metode pendekatan membandingkan metode baru yang diterima.
Membandingkan metode analisis yang akan divalidasi dengan metode analisis
yang sudah ada yang telah diterima merupakan suatu pendekatan lain untuk
mengembangkan metode analisis. Adanya kesesuaian hasil antara metode baru
dengan metode yang telah ada mengarahkan bahwa metode baru tersebut, sebaliknya
ketidak sesuaian hasil antara metode baru dengan metode yang telah ada
merupakan masalah yang telah ada untuk menjadikan metode baru dapat diterima
dan digunakan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Validasi metode menurut USP dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis bersifat akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analitik yang akan dianalisis. Secara singkat validasi merupakan aksi konfirmasi bahwa metode analisis yang akan digunakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Parameter validasi terdiri dari beberapa langkah yaitu :
1. Presisi
2. Akurasi
3. Batas deteksi
4. Batas kuantifikasi
5. Spesifikasi
6. Linieritas
7. Kekasaran
8. Ketahanan
B. Saran
Untuk metode analisis yang baru dibuat dan dikembangkan sebaiknya
divalidasi terlebih dahulu untuk memastikan dan mengkonfirmasi bahwa metode
analisis tersebut sudah sesuai untuk peruntukannya.
DAFTAR PUSTAKA
Gholib, Ibnu. 2008. Kimia Analisis Farmasi. Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
http://www.Chem-Is-Try.Org/ | Situs Kimia Indonesia |. All rights Artikel ini termasuk kategori: Kimia Analisis Ditulis oleh Wahyu Riyadi pada 24-03-2009.
http://www.Blogger/ templateWerd by Ourblogtemplates.com 2009.
Rahman, Abdul. 2009. “Kromatografi Untuk Analisis Obat. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar